Habiburokhman Soroti Pembatalan UU oleh MK: DPR Kelelahan, MK Mudah Membatalkan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Komisi III, tengah menyoroti peran Mahkamah Konstitusi (MK) dalam proses legislasi. Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, mengungkapkan kekhawatirannya terkait kecenderungan MK yang kerap membatalkan undang-undang (UU) hasil pembahasan panjang di DPR. Kritik ini muncul dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) antara Komisi III DPR dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) terkait pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/6/2025).
Habiburokhman secara terbuka menyampaikan keluhannya mengenai proses pembuatan undang-undang di DPR yang seringkali dianggap sia-sia akibat pembatalan oleh MK. Menurutnya, MK menggunakan asas partisipasi bermakna atau meaningful participation sebagai dasar untuk membatalkan UU yang telah disahkan DPR. Asas ini mencakup right to be heard (hak untuk didengar), right to be considered (hak untuk dipertimbangkan), dan right to be explained (hak untuk diberikan penjelasan).
Habiburokhman menekankan bahwa prinsip meaningful participation telah menjadi standar dalam mengukur keabsahan proses legislasi di Indonesia. Ia khawatir bahwa jika unsur partisipasi publik tidak terpenuhi secara memadai, maka hasil kerja keras DPR dalam menyusun undang-undang dapat dengan mudah dibatalkan oleh sembilan hakim konstitusi.
"Jangan sampai kita sudah berbulan-bulan RDPU dengan gampangnya pula oleh 9 orang (Hakim MK) itu dipatahkan lagi, oh ini enggak memenuhi meaningful participation karena keinginan mereka tidak terakomodir dalam UU ini," ujar Habiburokhman.
Lebih lanjut, Habiburokhman mengkritik interpretasi MK terhadap partisipasi publik. Ia berpendapat bahwa putusan MK dalam membatalkan UU seringkali tidak melibatkan partisipasi yang luas dari masyarakat, melainkan hanya didasarkan pada pertimbangan sembilan hakim konstitusi. Padahal, DPR telah berupaya melibatkan berbagai pihak dalam proses penyusunan UU melalui RDPU dan mekanisme lainnya.
"Kalau dibilang partisipasi, putusan MK itu tidak melibatkan partisipasi apa pun kecuali sembilan orang itu. Pendapat saya ini," tegasnya.
Kendati demikian, Habiburokhman mengajak seluruh anggota DPR, khususnya Komisi III, untuk tidak berkecil hati dengan keputusan MK. Ia melihat kritik dan evaluasi dari MK sebagai bagian dari dialog dan upaya untuk memenuhi unsur-unsur partisipasi yang lebih baik dalam proses legislasi.
Saat ini, DPR sedang menggelar serangkaian RDPU dengan berbagai pihak, termasuk LPSK dan Peradi, untuk menyerap masukan dalam pembahasan RKUHAP. Langkah ini merupakan bagian dari upaya reformasi sistem peradilan pidana nasional yang lebih komprehensif.
Berikut poin-poin penting yang diangkat Habiburokhman:
- Kritik terhadap MK yang kerap membatalkan UU hasil kerja DPR.
- Kekhawatiran mengenai standar meaningful participation yang digunakan MK.
- Penegasan pentingnya partisipasi publik yang luas dalam penyusunan UU.
- Ajakan untuk tidak berkecil hati dengan keputusan MK dan terus berupaya meningkatkan kualitas legislasi.
- Upaya DPR dalam menyerap masukan dari berbagai pihak dalam pembahasan RKUHAP.