Sengketa Empat Pulau: Dokumen Era 90-an Jadi Titik Terang Kepemilikan Aceh
Polemik kepemilikan empat pulau, Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Lipan, dan Panjang, yang menjadi sengketa antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, menemukan titik terang. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkapkan keberadaan dokumen penting dari tahun 1992 yang mengindikasikan kuat bahwa keempat pulau tersebut berada dalam wilayah administratif Aceh.
Dokumen tersebut berupa Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 111 Tahun 1992, yang didalamnya terdapat lampiran yang mengacu pada kesepakatan antara dua gubernur dari kedua provinsi terkait batas wilayah. Tito Karnavian menunjukkan langsung salinan dokumen tersebut di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada hari Selasa, 17 Juni 2025. Mendagri menjelaskan bahwa dokumen yang sudah berusia puluhan tahun itu menjadi bukti legal yang memperkuat klaim Aceh atas kepemilikan keempat pulau tersebut.
Mendagri menambahkan, penemuan dokumen ini telah dibuatkan berita acara sebagai bentuk otentifikasi dan legalitas bukti sejarah. Hal ini dilakukan untuk memastikan keabsahan dokumen dan menghindari potensi manipulasi atau rekayasa di kemudian hari. Menurutnya dokumen tersebut merupakan bukti pengakuan atau dukungan terhadap kesepakatan antara dua gubernur pada tahun 1992, sehingga memperkuat legalitas kesepakatan tersebut.
Inti dari kesepakatan yang tertuang dalam dokumen tersebut terletak pada acuan terhadap peta topografi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) tahun 1978. Peta ini menjadi dasar penentuan batas wilayah antara Aceh dan Sumatera Utara. Dalam peta tersebut, secara jelas garis batas laut menempatkan keempat pulau sengketa di luar wilayah Sumatera Utara, sehingga secara implisit mengakui kepemilikan Aceh atas pulau-pulau tersebut.
- Acuan Peta Topografi TNI AD 1978: Batas wilayah mengacu pada peta topografi TNI AD tahun 1978.
- Kesepakatan Gubernur: Dalam poin kesepakatan dua gubernur disebutkan batas wilayah antara Provinsi Sumatera Utara dan Aceh, yang disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri, berpedoman pada peta Topografi TNI AD 1978.
Mendagri Tito Karnavian merekomendasikan agar Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara mengambil langkah proaktif untuk menyelesaikan sengketa ini secara damai dan konstruktif. Ia menyarankan agar kedua belah pihak duduk bersama untuk merumuskan kesepakatan baru yang didasarkan pada data dan bukti yang ada, termasuk dokumen Kepmendagri tahun 1992 tersebut. Kesepakatan yang jelas dan komprehensif diharapkan dapat mengakhiri polemik berkepanjangan ini dan memberikan kepastian hukum bagi kedua provinsi di masa depan.