Surabaya Gelorakan Kedaulatan Pangan Melalui Urban Farming: Semangat Bung Karno Menginspirasi
Kota Surabaya, Jawa Timur, memaknai bulan Juni sebagai momentum penting untuk merefleksikan sejarah dan ideologi, khususnya terkait dengan sosok proklamator dan Presiden Pertama RI, Soekarno. Bulan ini menjadi pengingat hari lahir Pancasila (1 Juni 1945), hari kelahiran Bung Karno (6 Juni 1901), dan wafatnya (21 Juni 1970). Semangat perjuangan Bung Karno, terutama dalam mewujudkan kedaulatan pangan, terus dihidupkan melalui berbagai program inovatif.
Ketua DPRD Kota Surabaya, Adi Sutarwijono, menekankan bahwa semangat Bung Karno harus diimplementasikan dalam tindakan nyata untuk kesejahteraan rakyat. Salah satu wujud konkretnya adalah melalui program urban farming yang memanfaatkan lahan-lahan kosong menjadi lahan produktif. Inisiatif ini sejalan dengan gagasan Bung Karno yang disampaikan pada tahun 1952, bahwa urusan pangan adalah vital bagi kelangsungan hidup bangsa. Pemkot Surabaya menerjemahkan gagasan ini dengan mendorong pemanfaatan lahan tidur menjadi lahan pertanian produktif, seperti yang terlihat di Kelurahan Tambak Wedi, Kecamatan Kenjeran.
Lahan seluas 1,2 hektare yang dulunya terbengkalai kini menjadi sumber penghidupan baru bagi warga melalui sistem pertanian kota. Berbagai jenis tanaman seperti jagung, ketela, sawi, pisang, dan cabai ditanam di sana. Selain itu, warga juga mengembangkan ternak larva lalat (maggot) dari sisa makanan. Program ini bukan hanya sekadar proyek pertanian, tetapi juga menjadi simbol gotong royong warga. Mereka mendapatkan bantuan dari TNI, Polri, serta pendampingan dari Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian. Pemanfaatan sisa makanan sebagai pakan maggot juga membuka peluang bisnis baru bagi warga.
Menurut Ketua Kelompok Tani Nandur Makmur, Suyono, hasil panen jagung di lahan tersebut mencapai 6,5 ton pada tahun 2025. Program urban farming di Tambak Wedi bukan hanya sekadar proyek pertanian kota, melainkan juga menjadi simbol gotong royong warga. Pelaksanaan urban farming di Surabaya kini semakin modern dengan mengadopsi sistem hidroponik, akuaponik, kebun atap, dan kebun vertikal. Hal ini dilakukan untuk mengatasi keterbatasan lahan di perkotaan.
Adi Sutarwijono menekankan pentingnya pertanian berbasis komunitas yang mampu memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga sekaligus meningkatkan kemandirian ekonomi warga. Ia ingin menjadikan Surabaya sebagai kota mandiri pangan yang tidak bergantung sepenuhnya pada pasokan dari luar daerah. Setidaknya, kebutuhan pangan dasar seperti sayuran, cabai, dan umbi-umbian dapat dipenuhi sendiri oleh warga Surabaya.
Program urban farming di Surabaya menunjukkan komitmen pemerintah kota dalam mewujudkan kedaulatan pangan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Semangat gotong royong dan inovasi terus digalakkan untuk menciptakan lingkungan yang lebih hijau, produktif, dan berkelanjutan.