Implementasi Sekolah Lima Hari di Sumatera Utara: Tantangan dan Kesiapan
Gagasan penerapan sekolah lima hari yang digagas oleh Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, menuai beragam respons dari kalangan pendidikan. Kebijakan ini diharapkan mampu menjadi solusi preventif terhadap maraknya tawuran, penyalahgunaan narkoba, serta aktivitas geng motor yang melibatkan pelajar. Namun, implementasinya diperkirakan tidak akan berjalan mulus di seluruh wilayah Sumatera Utara, terutama di daerah-daerah yang memiliki karakteristik geografis dan sosial yang unik.
Beberapa sekolah telah mulai mempersiapkan diri untuk menghadapi tahun ajaran baru 2025, di mana kebijakan ini rencananya akan mulai diterapkan. Namun, tidak sedikit pula yang mengungkapkan kendala-kendala yang mungkin dihadapi. Kepala SMA Yayasan Pendidikan (Yaspen) Panca Abdi Bangsa (PABA), Elvi Riyanti Pasaribu, menyoroti bahwa meskipun secara konsep kebijakan ini baik, penerapannya di lapangan akan menghadapi tantangan yang signifikan.
- Kendala Transportasi dan Aktivitas Keluarga: Jarak antara sekolah dan rumah siswa yang cukup jauh menjadi perhatian utama. Banyak siswa yang berasal dari daerah-daerah seperti Telaga, Namo Terasi, dan Namo Sira-sira di Kabupaten Langkat, yang memiliki akses transportasi terbatas, terutama pada sore hari. Selain itu, mayoritas orang tua siswa bekerja sebagai petani atau berkebun, dan anak-anak seringkali membantu mereka setelah pulang sekolah. Perubahan jadwal belajar dikhawatirkan akan mengganggu aktivitas ekonomi keluarga.
- Efektivitas Ekstrakurikuler: Kegiatan ekstrakurikuler yang biasanya diadakan pada hari Sabtu juga menjadi perhatian. Jika hari Sabtu menjadi hari libur, Elvi meragukan bahwa kegiatan ekskul akan berjalan efektif karena kehadiran siswa mungkin tidak maksimal.
Di sisi lain, SMA Negeri 1 di Kecamatan Medan Polonia, Kota Medan, menyatakan kesiapannya untuk menerapkan kebijakan sekolah lima hari. Pihak sekolah telah menyusun perubahan jadwal belajar, dengan memajukan jam masuk siswa menjadi pukul 07.00 WIB dan memulangkan mereka pada pukul 15.30 WIB. Mereka meyakini bahwa dengan memperpanjang waktu siswa berada di sekolah, potensi terlibat dalam tawuran dan pengaruh negatif lainnya dapat diminimalkan.
Kebijakan ini juga menuai kritik dari berbagai pihak. Dr. Bakhrul Khair Amal, seorang dosen dari Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan (Unimed), menekankan pentingnya landasan keilmuan dalam pengambilan kebijakan. Ia mempertanyakan apakah analisis naskah akademik telah dilakukan secara komprehensif sebelum kebijakan ini diambil.
Anggota Komisi E DPRD Sumut, Fajri Akbar, juga menyampaikan bahwa pandangan terkait program ini masih bersifat pribadi dan belum menjadi pandangan kelembagaan. Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Sumut, Alexander Sinulingga, menjelaskan bahwa kebijakan sekolah lima hari sedang dalam proses penyusunan peraturan gubernur (pergub). Kajian teknis sedang dilakukan untuk memastikan implementasi kebijakan ini dapat berjalan efektif.
Alexander menambahkan bahwa kebijakan ini diharapkan dapat mempererat hubungan antara siswa dan keluarga, serta meningkatkan pengawasan orang tua terhadap anak-anak mereka. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menaruh harapan besar pada kebijakan ini sebagai salah satu upaya untuk menekan angka kriminalitas yang melibatkan pelajar.