Polemik Pelayanan RSUD Batam: BPJS Kesehatan Bantah Penolakan Pasien Disebabkan Status Kepesertaan

Kasus meninggalnya seorang anak berusia 12 tahun, AOK, di Batam, Kepulauan Riau, telah memicu perdebatan publik terkait standar pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Embung Fatimah. Sorotan tajam tertuju pada dugaan penolakan rawat inap terhadap AOK, yang disebut-sebut disebabkan oleh status kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Menanggapi isu yang berkembang, BPJS Kesehatan Cabang Batam melalui Kepala Bagian SDM Umum dan Komunikasi, Ilham, memberikan klarifikasi. Pihaknya menegaskan bahwa penolakan terhadap AOK tidak berkaitan dengan status kepesertaannya dalam program BPJS Kesehatan. Menurut Ilham, setelah berkoordinasi dengan RSUD Embung Fatimah, terungkap bahwa keputusan untuk memulangkan pasien didasarkan pada penilaian medis oleh dokter yang bertugas.

Ilham menjelaskan lebih lanjut bahwa dalam ranah pelayanan rumah sakit, keputusan medis sepenuhnya berada di tangan dokter. BPJS Kesehatan hanya berperan dalam menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jika seorang pasien dinyatakan dalam kondisi darurat oleh dokter, maka biaya perawatan akan ditanggung oleh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang merupakan program BPJS Kesehatan. Namun, jika kondisi pasien dinilai tidak darurat, pasien akan dirujuk ke poli atau Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

Saat dikonfirmasi mengenai status kepesertaan BPJS Kesehatan AOK, Ilham menyatakan bahwa pihaknya belum melakukan pengecekan. Fokus utama saat ini adalah pada penanganan awal pasien dan penentuan apakah kondisi pasien memenuhi kriteria kegawatdaruratan. Pihaknya akan melakukan intervensi jika ditemukan adanya penolakan pelayanan terhadap peserta JKN yang memenuhi syarat.

Sebelumnya, informasi mengenai dugaan penolakan pasien BPJS Kesehatan oleh RSUD Embung Fatimah menyebar luas di media sosial Facebook. Unggahan tersebut menyebutkan bahwa pihak rumah sakit menolak merawat AOK karena menggunakan BPJS. Menanggapi hal tersebut, pihak RSUD Embung Fatimah menggelar mediasi dengan keluarga AOK yang dihadiri oleh perwakilan RT, RW, dan Suprapto sebagai fasilitator.

Direktur RSUD Embung Fatimah, Sri Widjayanti Suryandari, dengan tegas membantah tuduhan penolakan pasien BPJS. Ia menjelaskan bahwa AOK telah dilayani sesuai prosedur di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Pasien diberikan bantuan oksigen, pemeriksaan respirasi, pengukuran nadi, pemeriksaan laboratorium, dan pengukuran kadar oksigen.

Sri menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan, kondisi AOK saat tiba di rumah sakit tergolong stabil dan tidak memenuhi kriteria gawat darurat. Oleh karena itu, BPJS Kesehatan tidak dapat digunakan. Pasien juga telah diobservasi selama hampir empat jam sebelum akhirnya diperbolehkan pulang dengan rekomendasi rawat jalan.

"Jadi, kami sudah melayani, bukan tidak melayani seperti yang disebarkan," tegas Sri. Polemik ini menyoroti pentingnya pemahaman yang jelas mengenai prosedur pelayanan kesehatan, khususnya terkait dengan penggunaan BPJS Kesehatan dan kriteria kegawatdaruratan medis. Diharapkan, kejadian ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan komunikasi yang efektif antara rumah sakit, pasien, dan BPJS Kesehatan.

Berikut poin poin penting yang di sampaikan dalam berita ini:

  • BPJS Kesehatan membantah penolakan pasien AOK disebabkan status kepesertaan.
  • Keputusan rawat inap merupakan wewenang dokter berdasarkan kondisi medis pasien.
  • RSUD Embung Fatimah mengklaim telah melayani AOK sesuai prosedur IGD.
  • Kondisi AOK saat tiba di RSUD dinilai tidak memenuhi kriteria gawat darurat.