Polemik kepemilikan empat pulau antara Aceh dan Sumatera Utara akhirnya menemui titik terang. Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haythar, menyambut baik keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menetapkan keempat pulau tersebut sebagai bagian dari wilayah Aceh. Penetapan ini disambut dengan rasa syukur dan kelegaan oleh masyarakat Aceh, setelah sebelumnya sempat mencuat kekhawatiran akan terjadinya gejolak sosial.

Dalam keterangannya usai bertemu dengan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta, Malik Mahmud menyampaikan apresiasi mendalam kepada Presiden Prabowo Subianto, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, serta Jusuf Kalla atas peran mereka dalam menyelesaikan persoalan ini. Menurutnya, penyelesaian sengketa ini adalah langkah bijaksana yang dapat mencegah potensi konflik antara Aceh dan Sumatera Utara.

Jusuf Kalla sendiri menekankan pentingnya pemerintah pusat untuk selalu berpedoman pada perjanjian damai Helsinki dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh dalam membuat kebijakan terkait Aceh. Ia menyoroti bahwa dalam kasus sengketa empat pulau ini, konsultasi dengan pemerintah Aceh sebelumnya tidak dilakukan, sehingga memicu polemik. JK berharap kejadian ini menjadi pelajaran bagi pemerintah pusat agar lebih berhati-hati dan melibatkan pemerintah Aceh dalam pengambilan keputusan strategis.

Keempat pulau yang menjadi objek sengketa tersebut adalah:

• Pulau Mangkir Kecil
• Pulau Mangkir Besar
• Pulau Panjang
• Pulau Lipan

Keputusan Presiden Prabowo ini didasarkan pada laporan Kementerian Dalam Negeri serta data dan dokumen pendukung yang dimiliki pemerintah. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan bahwa penetapan ini sesuai dengan dasar-dasar dokumen yang dimiliki pemerintah.

Pertemuan antara Wali Nanggroe Aceh dan Jusuf Kalla yang awalnya direncanakan untuk membahas isu empat pulau berubah menjadi ajang silaturahmi setelah adanya kepastian hukum. Keduanya bertukar pandangan mengenai berbagai permasalahan di Aceh dan solusi yang mungkin diterapkan.