Korupsi Dana Kebudayaan DKI Jakarta Terungkap, Modus Penggelembungan Anggaran Acara Milad Ormas Jadi Pintu Masuk
Kasus dugaan korupsi di Dinas Kebudayaan DKI Jakarta memasuki babak baru. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengungkap modus operandi yang digunakan untuk merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah. Pengusutan kasus ini bermula dari pengajuan permohonan kegiatan milad atau ulang tahun sebuah organisasi masyarakat (ormas).
Pada awal tahun 2022, Komunitas Jawara dan Pengacara (Bang Japar) mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kebudayaan Jakarta saat itu, Iwan Henry Wardhana, untuk memfasilitasi kegiatan milad mereka. Permohonan ini kemudian ditindaklanjuti dengan serangkaian pertemuan yang melibatkan berbagai pihak terkait.
Dalam pertemuan yang dihadiri oleh Iwan Henry Wardhana, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan Mohamad Fairza Maulana, dan seorang event organizer (EO) bernama Gatot Arif Rahmadi, disepakati penunjukan Gatot sebagai vendor untuk berbagai kegiatan di Dinas Kebudayaan. Fairza disebut mengusulkan penunjukan Gatot sebagai vendor.
Setelah kegiatan milad Bang Japar selesai, Iwan Henry Wardhana disebut meminta sejumlah uang kepada Gatot dengan alasan untuk membantu dana operasional Dinas Kebudayaan. Gatot pun menyerahkan uang sebesar Rp 50 juta kepada Iwan. Selanjutnya, Fairza memanggil Gatot untuk bertemu Iwan, di mana Gatot kemudian diberikan arahan untuk mengerjakan seluruh kegiatan Pergelaran Seni Budaya Berbasis Komunitas (PSBB) di Dinas Kebudayaan.
Pada Januari 2023, Iwan Henry Wardhana mengumpulkan seluruh Bidang dan Suku Dinas (Sudin) Kebudayaan di Jakarta dan memberikan perintah agar seluruh kegiatan PSBB Komunitas diserahkan kepada Gatot Arif Rahmadi.
Tidak hanya kegiatan PSBB Komunitas, Iwan Henry Wardhana juga menyerahkan semua kegiatan Pergelaran Kesenian Terpilih (PKT) dan Jakarnaval tahun anggaran 2023 dan 2024 kepada Gatot sebagai EO pelaksana.
Secara keseluruhan, selama periode 2022 hingga 2024, atas arahan dari Iwan Henry Wardhana dan Mohamad Fairza Maulana, Gatot Arif Rahmadi mengelola:
- 101 acara PSBB Komunitas
- 746 acara PKT
- 3 acara Jakarnaval
Anggaran yang terealisasi setelah dipotong pajak mencapai Rp 38.658.762.470,69. Dana tersebut ditransfer ke berbagai pihak berdasarkan bukti pertanggungjawaban yang diajukan. Namun, menurut jaksa, jumlah pengeluaran yang sebenarnya hanya sebesar Rp 8.196.917.258.
Modus yang digunakan dalam dugaan korupsi ini adalah penggelembungan anggaran. Sebagai contoh, pada kegiatan PSBB Komunitas Tahun 2022, nilai uang yang dicairkan untuk Milad ke-5 Bang Japar mencapai Rp 253.220.128. Padahal, nilai uang yang digunakan untuk acara tersebut hanya Rp 66.877.500, sehingga terdapat selisih sebesar Rp 186.342.628.
Contoh lainnya adalah acara Menjaga Marwah Taman Ismail Marzuki (TIM) dengan pencairan anggaran ke rekening nominee sebesar Rp 401.435.912. Namun, uang yang sebenarnya digunakan hanya Rp 61.453.160, sehingga terdapat selisih sebesar Rp 339.982.752.
Total nilai pembayaran untuk kegiatan yang dikelola Gatot Arif Rahmadi mencapai Rp 38.658.762.470,69, sementara nilai uang yang sebenarnya digunakan hanya Rp 8.196.917.258. Dengan demikian, nilai kerugian negara dalam kegiatan yang dikelola Gatot mencapai Rp 30.461.845.212,69.
Selain kegiatan yang dikelola oleh Gatot, terdapat juga kegiatan yang dikelola secara swakelola oleh Bidang Pemanfaatan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta untuk mendukung acara seremonial pemerintah pusat, DKI Jakarta, instansi, asosiasi, lembaga kemasyarakatan, serta pelaku seni atau sanggar.
Dalam kegiatan swakelola ini, Dinas Kebudayaan Jakarta mempertanggungjawabkan 104 bukti pembayaran honorarium yang digelembungkan kepada 57 pelaku seni. Total nilai pembayaran yang dicairkan untuk kegiatan swakelola ini mencapai Rp 6.770.674.200, sementara uang yang digunakan secara nyata hanya Rp 913.474.356. Dengan demikian, nilai kerugian negara dalam kegiatan swakelola ini mencapai Rp 5.857.199.844.
Atas perbuatan tersebut, ketiga terdakwa, yakni Iwan Henry Wardhana, Mohamad Fairza Maulana, dan Gatot Arif Rahmadi, didakwa merugikan negara senilai Rp 36,3 miliar.