Pengadilan Singapura Tolak Penangguhan Penahanan Paulus Tannos, Proses Ekstradisi Berlanjut
Pemerintah Indonesia mengumumkan bahwa upaya penangguhan penahanan yang diajukan oleh Paulus Tannos, tersangka kasus korupsi E-KTP yang menjadi buronan, telah ditolak oleh pengadilan di Singapura. Putusan ini memastikan bahwa Paulus Tannos akan tetap berada dalam penahanan otoritas Singapura.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Budi Prasetyo, menyatakan bahwa KPK menyambut baik putusan pengadilan Singapura tersebut. Penolakan penangguhan penahanan ini dianggap sebagai langkah positif dalam upaya membawa Paulus Tannos kembali ke Indonesia untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI, Supratman Andi Agtas, menjelaskan bahwa meskipun penangguhan penahanan ditolak, proses ekstradisi Paulus Tannos masih akan melalui serangkaian tahapan. Sidang terkait permintaan ekstradisi akan dilaksanakan pada tanggal 23 hingga 25 Juni 2025. Dalam sidang tersebut, pengadilan Singapura akan memeriksa pokok perkara untuk menentukan apakah permintaan ekstradisi dari pemerintah Indonesia akan dikabulkan atau ditolak.
Supratman juga menambahkan bahwa proses ekstradisi dapat menjadi lebih panjang jika Paulus Tannos mengajukan upaya hukum banding. Mengingat Tannos secara aktif menolak untuk diekstradisi secara sukarela ke Indonesia, peluang untuk mengajukan banding dianggap cukup besar. Sistem hukum Singapura memberikan kesempatan bagi pemohon dan termohon ekstradisi untuk mengajukan satu kali upaya hukum banding. Setelah putusan banding dikeluarkan, keputusan tersebut akan bersifat final dan mengikat.
Pemerintah Indonesia, ditegaskan oleh Supratman, tidak akan melakukan intervensi terhadap proses peradilan yang berlangsung di Singapura terkait kasus ekstradisi ini. Namun, pemerintah akan terus berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait, termasuk KPK, Kejaksaan Agung, Kementerian Luar Negeri, dan Divisi Hubungan Internasional Polri, untuk memastikan kelancaran proses ekstradisi. Supratman berharap agar pengadilan Singapura dapat mengabulkan permintaan ekstradisi, mengingat adanya perjanjian ekstradisi yang telah disepakati antara Indonesia dan Singapura.
Paulus Tannos, yang merupakan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 13 Agustus 2019. Ia diduga terlibat dalam kasus pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (E-KTP) pada tahun 2011 hingga 2013 di Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.
PT Sandipala Artha Putra, perusahaan yang dipimpin oleh Paulus Tannos, diduga memperoleh keuntungan sebesar Rp 140 miliar dari proyek pengadaan KTP elektronik tahun anggaran 2011-2012. KPK telah memasukkan nama Paulus Tannos ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 19 Oktober 2021, dengan nama alias Tahian Po Tjhin (TPT).