Perjuangan Pencari Kerja: Antara Job Fair dan Kerasnya Realitas Ekonomi
Di tengah himpitan ekonomi yang kian terasa, mencari pekerjaan menjadi sebuah perjuangan tersendiri bagi banyak orang. Gelaran job fair, yang seharusnya menjadi oase harapan, justru seringkali menjadi saksi bisu dari getirnya kenyataan. Gedung Judo Kelapa Gading, Jakarta Utara, menjadi salah satu potret buram tersebut pada Selasa (17/6), di mana para pencari kerja berkumpul dengan harapan yang sama: mendapatkan pekerjaan.
Akni, seorang sarjana sistem informatika berusia 30 tahun, adalah salah satu contohnya. Tujuh tahun lamanya ia berjuang mencari nafkah, mengirimkan Curriculum Vitae (CV) ke berbagai perusahaan dan mengikuti belasan job fair. Pengalaman bekerja sebagai telemarketing di sebuah bank dan kemudian sebagai data entry dalam proyek outsourcing selama enam bulan di perusahaan ojek online, belum mampu mengantarkannya pada stabilitas finansial. Kini, ia bergantung pada usaha kecil-kecilan orang tuanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Kisah serupa juga dialami oleh Rizki dan Angga, dua pemuda berusia 22 tahun yang mencoba peruntungan di job fair yang sama. Di sela-sela kesibukan mereka sebagai pengemudi ojek dan kurir online, mereka menyempatkan diri untuk menebar CV. Sebelumnya, Rizki pernah bekerja sebagai crew store di sebuah minimarket selama dua tahun, sementara Angga menjadi operator produksi di sebuah pabrik di kawasan Pulo Gadung. Namun, kontrak kerja mereka telah berakhir, dan kini mereka harus berjuang mencari nafkah dengan penghasilan yang tidak menentu sebagai pengemudi ojek dan kurir online.
Meski bukan pekerjaan impian, Rizki dan Angga tetap bersyukur bisa produktif sambil terus mencari peluang kerja yang lebih baik. Mereka terus mengirimkan lamaran, berharap mendapatkan pekerjaan tetap dengan gaji bulanan yang stabil. Penghasilan sebagai pengemudi ojek dan kurir online yang berkisar antara Rp 50 ribu hingga Rp 200 ribu per hari, belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dan biaya operasional kendaraan.
Perjuangan Akni, Rizki, dan Angga adalah cerminan dari realitas pahit yang dihadapi oleh banyak pencari kerja saat ini. Persaingan yang ketat, ketersediaan lapangan kerja yang terbatas, dan tuntutan kualifikasi yang semakin tinggi, menjadi tantangan yang harus dihadapi. Job fair, yang seharusnya menjadi solusi, seringkali hanya menjadi pengingat akan sulitnya meraih impian untuk memiliki pekerjaan yang layak.