Kasus Pencabulan Anak oleh Mantan Kapolres Ngada: Investigasi Internasional Ungkap Jaringan Kekerasan Seksual
Kasus Pencabulan Anak oleh Mantan Kapolres Ngada: Investigasi Internasional Ungkap Jaringan Kekerasan Seksual
Kasus dugaan pencabulan terhadap anak yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, telah mengungkap jaringan kejahatan yang lebih luas dan melibatkan kerja sama internasional. Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan video pencabulan yang bocor di Australia, yang kemudian ditindaklanjuti oleh pihak berwenang di Indonesia dan Australia. Video tersebut menampilkan mantan Kapolres tersebut melakukan tindakan asusila terhadap seorang anak berusia enam tahun. Identitas korban utama, yang berinisial I, telah dikonfirmasi oleh pihak kepolisian, meskipun beredar informasi mengenai kemungkinan adanya korban lain. Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda NTT, Kombes Patar Silalahi, menegaskan bahwa hingga saat ini satu korban telah diidentifikasi secara resmi.
Modus operandi yang dilakukan Fajar terbilang sistematis dan terencana. Ia memesan korban, I, melalui seorang remaja perempuan berusia 15 tahun berinisial F, yang berperan sebagai perantara. Fajar memberikan imbalan sebesar Rp 3 juta kepada F untuk jasa membawa korban ke hotel tempat pencabulan tersebut terjadi pada Selasa, 11 Juni 2024. Peran F dalam kasus ini menandai adanya potensi eksploitasi anak yang terorganisir dan memerlukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengungkap keterlibatan pihak lain yang mungkin terlibat dalam jaringan ini.
Pengungkapan kasus ini berkat kerja sama antara Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri dan Australian Federal Police (AFP). AFP, yang menerima informasi dan rekaman video dari sumber yang tidak disebutkan, langsung berkoordinasi dengan pihak berwenang Indonesia. Surat resmi dari Divhubinter Polri diterima Polda NTT pada 23 Januari 2025, yang kemudian memicu penyelidikan intensif. Proses penyelidikan meliputi pemeriksaan terhadap tujuh saksi, termasuk pihak pengelola dan petugas hotel tempat kejadian, dan juga analisis forensik terhadap video yang bocor. Penggunaan identitas palsu berupa fotokopi Surat Izin Mengemudi (SIM) oleh Fajar dalam memesan kamar hotel juga menjadi bagian dari temuan penting dalam penyelidikan.
Sementara itu, dampak dari kasus ini juga dirasakan oleh korban dan keluarganya. Plt. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Kupang, Imelda Manafe, menyatakan bahwa pemerintah Kota Kupang telah memberikan pendampingan psikososial kepada korban. Pendampingan tersebut melibatkan psikolog dan pekerja sosial, dan bertujuan untuk membantu korban mengatasi trauma yang dialami. Kasus ini juga telah meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi perdagangan anak dan kekerasan seksual di wilayah NTT, dan mendorong perlunya kerja sama yang lebih erat antara lembaga pemerintah, kepolisian, dan organisasi perlindungan anak untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Perlu ditekankan bahwa proses hukum terhadap Fajar akan terus berlanjut, dan diharapkan dapat memberikan keadilan bagi korban serta efek jera bagi pelaku.
-
Kronologi Singkat:
- Video pencabulan bocor di Australia.
- AFP berkoordinasi dengan Divhubinter Polri.
- Polda NTT menerima informasi dan memulai penyelidikan.
- Tujuh saksi diperiksa, termasuk pihak hotel.
- Korban utama diidentifikasi, kemungkinan adanya korban lain.
- Fajar menggunakan SIM palsu untuk memesan kamar hotel.
- Pendampingan psikososial diberikan kepada korban.
-
Pihak yang Terlibat:
- AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (mantan Kapolres Ngada)
- Remaja perempuan berinisial F (perantara)
- Korban berinisial I (anak berusia 6 tahun)
- Australian Federal Police (AFP)
- Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri
- Polda NTT
- Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Kupang