Larangan Study Tour di Jawa Barat: Dampak Ekonomi dan Pariwisata yang Meluas
Larangan Study Tour di Jawa Barat: Dampak Ekonomi dan Pariwisata yang Meluas
Kebijakan Gubernur Jawa Barat yang melarang kegiatan study tour telah menimbulkan gelombang dampak negatif yang meluas, tidak hanya di Jawa Barat sendiri, tetapi juga di provinsi-provinsi lain. Sektor transportasi dan pariwisata menjadi yang paling terpukul akibat kebijakan ini. PO Tifanha, sebuah perusahaan otobus di Cirebon, misalnya, melaporkan penurunan pemesanan sewa bus wisata hingga 30% untuk perjalanan study tour pada bulan April dan Mei 2025. Tidak hanya pembatalan, perubahan rute perjalanan juga terjadi, dengan banyak konsumen yang memilih destinasi wisata dalam kota atau provinsi sebagai alternatif.
Dampak Langsung pada Industri Transportasi:
Manager Marketing PO Tifanha, Irfan Firmansyah, menyatakan bahwa dampaknya sangat signifikan, dengan sekitar 50% konsumen membatalkan pesanan. Perusahaan terpaksa mengembalikan uang kepada konsumen yang telah melakukan pemesanan jauh-jauh hari. Study tour yang sebelumnya menjadi sumber pendapatan utama PO Tifanha, kini telah hilang. Meskipun demikian, PO Tifanha berupaya bertahan dengan mengalihkan fokus pada pasar lain seperti layanan transportasi untuk kalangan perkantoran dan wisata religi. Situasi ini menunjukkan betapa bergantungnya sektor transportasi wisata pada kegiatan study tour sekolah.
Pariwisata Jawa Barat Terdampak:
Dampak negatif juga dirasakan oleh sektor pariwisata Jawa Barat. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Cirebon, Agus Sukmanjaya, mengungkapkan pembatalan study tour dari luar Jawa Barat. Lebih lanjut, kebijakan ini menimbulkan reaksi berantai, bahkan menyebabkan para pengusaha tour and travel di Jawa Tengah mengurangi perjalanan ke Jawa Barat. Hal ini menunjukkan bagaimana kebijakan di satu daerah dapat memengaruhi dinamika ekonomi dan pariwisata di daerah lain.
Upaya Adaptasi dan Kolaborasi:
Menyikapi situasi ini, Agus Sukmanjaya menekankan pentingnya kolaborasi antar berbagai pihak di Jawa Barat untuk mencari solusi alternatif. Ia mendorong sinergi antara pemerintah daerah, dinas terkait, pengusaha travel, dan pelaku usaha pariwisata, khususnya di wilayah Cirebon Raya (Ciayumajakuning), untuk mengembangkan paket wisata baru dan mempromosikannya ke daerah lain seperti Bekasi dan Depok. Hal ini mencakup pemetaan potensi wisata masing-masing kabupaten/kota di Cirebon Raya, kemudian menyusun paket wisata yang terintegrasi dan menarik.
Pentingnya Peningkatan Standar Keamanan:
Selain strategi adaptasi, Agus Sukmanjaya juga menekankan pentingnya peningkatan kompetensi dan standardisasi keselamatan bagi para pelaku usaha travel. Ia menyoroti perlunya sertifikasi perusahaan bus dan pendaftaran asosiasi pengusaha travel untuk mencegah kecelakaan dan memastikan keamanan selama perjalanan. Momentum ini dinilai tepat untuk melakukan introspeksi dan menggali potensi pariwisata Jawa Barat secara lebih mendalam.
Kesimpulan:
Larangan study tour di Jawa Barat telah menimbulkan dampak ekonomi dan pariwisata yang signifikan dan meluas. Perusahaan transportasi dan destinasi wisata di Jawa Barat serta provinsi tetangga merasakan dampak negatifnya. Upaya adaptasi dan kolaborasi antar berbagai pihak, serta peningkatan standar keamanan, menjadi kunci untuk memulihkan sektor pariwisata dan ekonomi yang terdampak.