Sengketa Wilayah Berakhir: Empat Pulau Kembali ke Pangkuan Aceh Setelah 17 Tahun Polemik

Empat Pulau Kembali ke Aceh: Akhir dari Sengketa Wilayah yang Berlarut-larut

Setelah melalui proses panjang dan perdebatan yang melelahkan selama 17 tahun, empat pulau yang menjadi sengketa antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara akhirnya dikembalikan ke wilayah administratif Aceh. Keputusan ini diumumkan setelah rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto pada hari Senin, 17 Juni 2025.

Pulau-pulau yang dimaksud adalah Pulau Mangkir Gadang, Pulau Mangkir Ketek, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang. Sebelumnya, keempat pulau ini sempat dimasukkan ke dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara, memicu polemik berkepanjangan yang menguji hubungan baik antar kedua provinsi.

Apresiasi dari Pimpinan Daerah

Gubernur Aceh, Muzakkir Manaf, atau yang lebih dikenal dengan sapaan Mualem, menyambut baik keputusan ini. Ia menekankan pentingnya menjaga persaudaraan dan hubungan baik antara Aceh dan Sumatera Utara sebagai wilayah yang bertetangga.

"Kita adalah tetangga. Jadilah tetangga yang baik," ujarnya dengan penuh harap.

Senada dengan Mualem, Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, juga menyampaikan apresiasi kepada Presiden Prabowo Subianto atas penyelesaian sengketa ini. Ia mengajak seluruh pihak untuk tidak terprovokasi dan tetap menjaga kerukunan sebagai tetangga.

"Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Presiden. Sebagai daerah bertetangga, jangan mau di kompor-kompori. Mari bertetangga yang baik," kata Bobby.

Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, memastikan bahwa pihaknya akan segera menindaklanjuti keputusan ini dengan merevisi keputusan administratif sebelumnya yang memasukkan keempat pulau tersebut ke dalam wilayah Sumatera Utara. Langkah ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan mengakhiri kebingungan terkait status wilayah.

Latar Belakang Sengketa

Perselisihan mengenai status kepemilikan empat pulau ini bermula pada tahun 2008. Kala itu, Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi melakukan verifikasi dan pendataan terhadap ratusan pulau di seluruh Indonesia, termasuk keempat pulau yang kini menjadi sengketa.

Proses verifikasi yang dilakukan pada 20-22 November 2008 itu kemudian memunculkan perdebatan, karena hasil verifikasi menunjukkan bahwa keempat pulau tersebut masuk ke dalam wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.

Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil telah berulang kali mengajukan protes sejak tahun 2017, namun tidak membuahkan hasil. Hingga akhirnya, diterbitkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 58 Tahun 2021 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 050-145 Tahun 2022 yang semakin memperkuat klaim Sumatera Utara.

Bukti-bukti Kuat Mendukung Klaim Aceh

Sejumlah bukti dan dokumen sejarah menguatkan klaim Aceh atas kepemilikan empat pulau tersebut. Salah satunya adalah surat Inspeksi Agraria Daerah Istimewa Atjeh tahun 1965 yang mencatat kepemilikan atas keempat pulau tersebut di Kantor Agraria Atjeh. Selain itu, terdapat pula dokumen sewa-menyewa lahan kebun antara warga Tapanuli Tengah dan pemilik tanah dari Aceh.

Pada tahun 1992, Pemerintah Aceh dan Kabupaten Aceh Singkil bahkan telah menyepakati penggunaan peta Jantop TNI AD 1978 sebagai acuan batas wilayah. Pemerintah Aceh juga secara aktif membangun infrastruktur di keempat pulau tersebut menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sementara Sumatera Utara tidak melakukan kegiatan pembangunan apapun.

Di sisi lain, Sumatera Utara berpegang pada hasil verifikasi Timnas tahun 2008. Namun, mereka juga mengakui bahwa tidak pernah melakukan pembangunan atau memberikan pelayanan terhadap pulau-pulau itu karena dianggap tidak berpenghuni. Pada tahun 2018, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) sempat menanggapi surat Gubernur Sumatera Utara (Gubernur Sumut) yang menyatakan bahwa empat pulau tersebut tidak dikelola karena statusnya tidak jelas. Pada tahun 2022, Gubernur Sumut kembali menyurati Kemendagri dan menyatakan bahwa tidak ada masyarakat yang tinggal di sana.

Titik Terang di Ujung Penantian

Kini, dengan adanya keputusan Presiden dan sikap kooperatif dari kedua gubernur, polemik panjang ini akhirnya dapat diakhiri. Pemerintah pusat melalui Kemendagri akan segera melakukan koreksi terhadap dokumen administratif untuk memastikan kejelasan status wilayah ke depannya. Keputusan ini menjadi angin segar bagi masyarakat Aceh, khususnya masyarakat Kabupaten Aceh Singkil, yang telah lama memperjuangkan hak mereka atas pulau-pulau tersebut.