Tragedi Biodiversitas: Tujuh Spesies Dinyatakan Punah, Nasib Badak Jawa di Ujung Tanduk

Kepunahan spesies merupakan isu krusial yang menuntut perhatian global. Laju kepunahan semakin dipercepat oleh berbagai faktor, termasuk kerusakan habitat, invasi spesies asing, dan dampak perubahan iklim yang semakin terasa. Meskipun berbagai upaya konservasi telah dilakukan, sejumlah spesies telah resmi dinyatakan punah dalam beberapa tahun terakhir, sementara banyak lainnya berjuang untuk bertahan hidup.

Berikut adalah daftar tujuh spesies yang baru-baru ini dinyatakan punah berdasarkan data dari IUCN Red List of Threatened Species:

  • Slender-billed Curlew (Numenius tenuirostris): Burung migran ini, yang pernah menghuni Eropa, Afrika Utara, dan Asia Barat, dinyatakan punah pada tahun 2024. Hilangnya habitat dan perburuan menjadi faktor utama penurunan populasinya. Penampakan terakhir yang terkonfirmasi terjadi di Maroko pada tahun 1995.
  • Delapan Spesies Kerang Air Tawar: Pada tahun 2023, delapan spesies kerang air tawar asli Amerika Serikat dinyatakan punah akibat degradasi habitat dan polusi di ekosistem air tawar. Spesies-spesies tersebut termasuk flat pigtoe, green-blossom pearly mussel, dan southern acornshell.
  • Ikan Dayung Cina (Psephurus gladius): Ikan air tawar raksasa yang endemik di Sungai Yangtze, China, ini dinyatakan punah pada tahun 2022. Penangkapan ikan berlebihan dan fragmentasi habitat akibat pembangunan bendungan menjadi penyebab utama kepunahannya. Penampakan terakhir yang tercatat adalah pada tahun 2003.
  • Katak Kabut Gunung (Litoria nyakalensis): Katak yang berasal dari hutan hujan dataran tinggi Australia ini dinyatakan punah pada tahun 2021. Penyebabnya adalah infeksi jamur chytrid (Batrachochytrium dendrobatidis), yang telah menyebabkan kerusakan parah pada populasi amfibi di seluruh dunia.
  • Katak Siang Bermoncong Runcing (Taudactylus acutirostris): Spesies katak Australia ini juga dinyatakan punah pada tahun 2021. Selain hilangnya habitat akibat penambangan dan penebangan, spesies invasif dan jamur chytrid juga diyakini berkontribusi terhadap kepunahannya.
  • Kura-kura Raksasa Pinta (Chelonoidis abingdonii): Secara resmi dinyatakan punah pada tahun 2015, kura-kura raksasa Pinta berasal dari Pulau Pinta di Ekuador. Individu terakhir yang diketahui, 'Lonesome George', mati pada tahun 2012. Eksploitasi berlebihan dan spesies pendatang menjadi penyebab kepunahannya.
  • Bramble Cay Melomys (Melomys rubicola): Hewan pengerat kecil yang berasal dari pulau karang kecil di Great Barrier Reef, Australia, ini dinyatakan punah pada tahun 2015. Kenaikan permukaan air laut akibat perubahan iklim dianggap sebagai penyebab utama kepunahannya, menjadikannya kepunahan mamalia pertama yang disebabkan oleh aktivitas manusia.

Selain spesies yang telah dinyatakan punah, sejumlah spesies lain berada di ambang kepunahan dan menghadapi ancaman serius. Vaquita, lumba-lumba kecil asli Teluk California, hanya memiliki kurang dari 20 individu yang tersisa di alam liar. Penangkapan ikan ilegal yang menargetkan ikan totoaba telah menyebabkan banyak vaquita tertangkap secara tidak sengaja, sehingga mendorong mereka menuju kepunahan. Nasib serupa juga mengancam badak Jawa, yang hanya ditemukan di Taman Nasional Ujung Kulon, Indonesia, dengan populasi kurang dari 80 individu. Hilangnya habitat dan kemacetan genetik menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup spesies ini. Upaya konservasi terus dilakukan untuk memperluas habitat dan memperkuat langkah-langkah antiperburuan liar. Amfibi juga mengalami dampak signifikan akibat perubahan iklim dan penyakit, seperti yang dialami oleh katak air Titicaca. Trenggiling, salah satu mamalia yang paling banyak diperdagangkan di dunia, juga berada di bawah tekanan ekstrem akibat perburuan liar untuk diambil sisik dan dagingnya. Tanpa tindakan segera, spesies-spesies ini berisiko menyusul jejak spesies yang telah punah.