Marcella Santoso Menangis Akui Sebarkan Disinformasi Terkait RUU TNI dan Pemerintah

Di hadapan publik, Marcella Santoso, tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan, menyampaikan permohonan maaf atas konten-konten yang telah ia buat dan sebarkan. Dalam video yang ditayangkan di Kejaksaan Agung, Marcella mengakui bahwa konten tersebut menyasar institusi Kejaksaan Agung serta beberapa tokoh penting di dalamnya.

"Antara lain, terkait dengan isu kehidupan pribadi Bapak Jaksa Agung, isu Jampidsus, isu Bapak Dirdik," ungkap Marcella dengan nada penuh penyesalan.

Namun, pengakuannya tak berhenti pada isu Kejaksaan. Marcella juga menyebut keterlibatannya dalam penyebaran narasi yang menyerang pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

"Dan bahkan, terdapat juga isu pemerintahan Bapak Presiden Prabowo seperti petisi RUU TNI dan juga Indonesia Gelap," imbuhnya.

Meski tak merinci isi konten-konten tersebut, Marcella mengakui penyesalannya dan menyatakan bahwa beberapa konten diproduksi tanpa melalui pemeriksaan yang teliti darinya.

"Bahwa saya sangat menyesali dan sangat menyadari bahwa apa pun dan bagaimanapun ceritanya, baik itu kelalaian saya yang tidak mengecek ulang isi konten, ataupun kelalaian dan luputnya saya mengecek dan meneliti kembali serta fokus terhadap apa yang saya sampaikan," jelasnya.

Marcella menegaskan bahwa ia tidak memiliki kebencian pribadi terhadap institusi kejaksaan maupun pemerintahan. Ia bahkan mengklaim pernah memuji kinerja para penyidik.

"Karena di dalam chat saya dan institusi, masukkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Salah satu itu terdapat percakapan antara saya dan rekan saya. Dan, saya sampaikan bahwa ada baiknya juga APH ini seperti Bapak Febrie (Jampidsus)," katanya.

Di akhir pernyataannya, dengan suara bergetar dan isak tangis, Marcella menyampaikan permintaan maaf.

"Saya sebagai manusia, saya hanya bisa meminta maaf. Saya hanya mendoakan bahwa rasa sakit, rasa ketidaknyamanan yang dialami oleh pihak-pihak yang terkait dan terdampak akan dipulihkan," ujarnya.

Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa penyidik tidak mendalami konten dari institusi lain. Namun, karena konten tersebut ditemukan dalam barang bukti elektronik, pertanyaan tetap diajukan.

"Kemudian, untuk institusi lain, kami tidak masuk di wilayah itu. Tapi, karena di barang bukti elektronik ada, ini kami tanyakan, apa maksud dia membuat konten Indonesia Gelap, konten negatif? Apa kaitan dengan RUU TNI, ini kami tidak tahu, tapi yang tahu mereka yang bersangkutan," kata Qohar.

Dalam konferensi pers, pihak kejaksaan tidak memperlihatkan secara terbuka konten-konten yang dimaksud. Mereka menyatakan bahwa narasi negatif tersebut bertujuan untuk menggiring opini yang menyesatkan.

"Itu (narasi negatif) adalah dengan maksud dan tujuan untuk menggagalkan penyidikan dan penuntutan. Dengan maksud dan tujuan memuat opini publik dan opini di masyarakat, ke majelis hakim, bahwa apa yang dilakukan penyidik itu adalah tidak benar," ujar Qohar.

Dalam kasus ini, Marcella tidak bertindak sendiri. Kejaksaan telah menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus perintangan penyidikan. Modusnya melibatkan penyebaran konten negatif hingga pengorganisasian aksi massa.

Salah satu tersangka adalah Ketua Cyber Army, M Adhiya Muzakki, yang diduga memimpin 150 buzzer dan menerima Rp 864,5 juta dari Marcella untuk menyebarkan narasi-narasi tersebut. Tersangka lain adalah Tian Bahtiar, mantan Direktur Pemberitaan JakTV, yang diduga menerima Rp 487 juta dari Marcella untuk memberitakan konten yang dinilai menjatuhkan institusi kejaksaan.

Selain Marcella, seorang pengacara bernama Junaedi Saibih juga terlibat dalam perkara ini. Keduanya disangka menyelenggarakan seminar dan aksi unjuk rasa yang bertujuan untuk mendapatkan liputan dan diangkat ke ruang publik oleh jaringan buzzer mereka.