Anggota DPR RI Mengkritik Pernyataan Fadli Zon Terkait Peristiwa 1998

Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, menyampaikan kritik pedas terhadap pernyataan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, terkait peristiwa kerusuhan Mei 1998. Bonnie Triyana memperingatkan pemerintah agar menghentikan upaya penulisan ulang sejarah jika proses tersebut dilakukan secara selektif, parsial, dan berpotensi menghilangkan fakta-fakta penting serta menutupi peristiwa masa lalu.

Kritik ini muncul sebagai respons atas pernyataan Fadli Zon yang meragukan bukti kuat terkait pemerkosaan massal yang terjadi selama kerusuhan Mei 1998. Fadli Zon menganggap bahwa informasi tersebut hanya berdasarkan rumor belaka. Bonnie Triyana menegaskan bahwa penulisan sejarah seharusnya tidak dilakukan dengan pendekatan kekuasaan yang selektif dan parsial, terutama jika didasarkan pada pertimbangan politis. Ia bahkan menyarankan agar proyek penulisan sejarah tersebut dihentikan jika hal itu terjadi.

Menurut Bonnie Triyana, pandangan Fadli Zon mengenai kasus pemerkosaan massal 1998 sarat dengan subjektivitas. Ia menekankan bahwa ketidakpercayaan Fadli Zon terhadap suatu peristiwa tidak serta merta membuktikan bahwa peristiwa tersebut tidak pernah terjadi. Bonnie Triyana merujuk pada laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang telah menemukan bukti adanya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di berbagai kota, termasuk Jakarta, Medan, dan Surabaya, selama kerusuhan 1998.

Laporan TGPF mengkategorikan bentuk kekerasan seksual tersebut menjadi empat jenis:

  • Pemerkosaan (52 korban)
  • Pemerkosaan disertai penganiayaan (14 orang)
  • Penyerangan atau penganiayaan seksual (10 orang)
  • Pelecehan seksual (9 orang)

Bonnie Triyana menyayangkan sikap Fadli Zon sebagai Menteri Kebudayaan yang seolah-olah melanggengkan budaya pengangkatan atas tindak kekerasan, terutama yang menimpa perempuan Tionghoa selama kerusuhan 1998. Ia mempertanyakan mengapa Fadli Zon mempersoalkan istilah "massal" atau tidak dalam konteks kekerasan seksual, padahal laporan TGPF secara jelas menyebutkan adanya lebih dari 50 korban perkosaan. Bonnie Triyana menambahkan bahwa penyangkalan terhadap peristiwa pemerkosaan massal terhadap perempuan Tionghoa dalam kerusuhan rasial 1998 hanya akan memperburuk trauma yang dialami oleh para penyintas dan keluarga mereka, serta masyarakat luas yang terdampak peristiwa tersebut.

Bonnie Triyana menekankan bahwa karya sejarah tidak hanya berisi kisah-kisah kepahlawanan yang inspiratif, tetapi juga pengalaman kolektif yang kelam di masa lalu. Pengalaman tersebut dapat menjadi pembelajaran berharga bagi generasi penerus bangsa, termasuk penyelenggara negara di masa kini dan masa depan. Sebelumnya, Fadli Zon menyampaikan bahwa tidak ada peristiwa pemerkosaan massal pada tahun 1998, yang memicu kritik dari berbagai pihak, termasuk aktivis perempuan yang secara langsung menangani korban pada masa itu. Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas juga mengecam keras pernyataan Fadli Zon dan mendesaknya untuk mencabut ucapannya serta meminta maaf kepada para korban dan keluarga korban.