Ancaman Tersembunyi dari Pembakaran Sampah Plastik: Dioksin dan Furan Cemari Lingkungan Sidoarjo
Penggunaan sampah plastik sebagai bahan bakar alternatif oleh industri tahu di Sidoarjo, Jawa Timur, telah memicu kekhawatiran serius terkait pencemaran lingkungan dan dampaknya terhadap kesehatan manusia. Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) menegaskan bahwa praktik pembakaran plastik tanpa kontrol yang memadai melepaskan senyawa berbahaya ke lingkungan.
Direktur Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara KLH/BPLH, Nixon Pakpahan, dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa (17/6/2025), menyoroti dampak signifikan pencemaran yang diakibatkan oleh pembakaran sampah plastik. Pencemaran ini tidak terbatas pada area sekitar pabrik, tetapi meluas dan berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat secara umum. Praktik ini menjadi perhatian serius karena menghasilkan senyawa dioksin dan furan.
Bahaya Dioksin dan Furan
Pembakaran plastik pada suhu rendah tanpa sistem pengendalian emisi yang tepat menghasilkan senyawa dioksin dan furan, yang termasuk dalam kelompok Persistent Organic Pollutants (POPs). Senyawa-senyawa ini sangat beracun, bersifat karsinogenik, dan memiliki kemampuan untuk terakumulasi dalam rantai makanan serta lingkungan dalam jangka waktu yang lama.
KLH/BPLH telah memberikan peringatan keras kepada pelaku industri tahu di Desa Tropodo, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoarjo, atas praktik penggunaan sampah plastik sebagai bahan bakar dalam proses produksi tahu. Pertemuan antara KLH/BPLH dan para pelaku industri telah dilakukan pada Sabtu (14/6/2025) untuk membahas dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Dampak Lingkungan dan Kesehatan
Aktivitas pembakaran sampah plastik ini terbukti menyebabkan pencemaran lingkungan yang signifikan, baik terhadap udara, air, maupun tanah. Dampaknya juga sangat membahayakan kesehatan masyarakat di sekitarnya.
Desa Tropodo, sebagai sentra produksi tahu yang telah beroperasi sejak tahun 1940-an, menjadi lokasi bagi sekitar 44 unit Industri Kecil dan Menengah (IKM). Mayoritas pelaku usaha di wilayah ini masih mengandalkan sampah plastik sebagai sumber energi karena dianggap lebih murah dan mudah didapatkan. Namun, mereka mengabaikan dampak negatif yang ditimbulkan terhadap lingkungan dan kesehatan.
Hasil Kajian Lingkungan
Kajian lingkungan yang dilakukan oleh KLH/BPLH bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sidoarjo menemukan fakta yang mengkhawatirkan. Udara ambien dalam radius 100 meter, 300 meter, dan 500 meter dari lokasi pembakaran menunjukkan kategori Tidak Sehat menurut Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU).
Emisi cerobong dari sejumlah lokasi mencatat kadar Total Partikulat, Karbonmonoksida (CO), dan Hidrogen Fluorida (HF) yang melampaui baku mutu, terutama di kawasan Dusun Areng-Areng.
Analisis sampel air permukaan mengungkapkan kandungan fecal coliform sebesar 3.500.000 dan total coliform 5.400.000, jauh melebihi ambang batas yang diperbolehkan.
Bahkan, sampel tanah di Dusun Klagen mencatat kandungan dioksin/furan yang mencapai 4.030 pg/g. Senyawa berbahaya serupa juga ditemukan dalam telur ayam dan cacing tanah, yang mengindikasikan terjadinya proses bioakumulasi.
Dampak dari pembakaran sampah plastik ini sangat merugikan dan memerlukan tindakan segera untuk melindungi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Pemerintah dan pihak terkait perlu bekerja sama untuk mencari solusi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan bagi industri tahu di Sidoarjo.