Pembatasan Penjualan Rokok di Dekat Sekolah Picu Kekhawatiran Bagi Pedagang Kecil dan Potensi Penurunan PAD
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024, sebagai implementasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, serta usulan penguatan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) melalui Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) di Jakarta, telah memicu perdebatan sengit. Fokus utama dari regulasi ini adalah larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah dan area bermain anak-anak. Kebijakan ini, meski bertujuan melindungi generasi muda dari paparan rokok, justru menimbulkan kekhawatiran mendalam di kalangan pelaku usaha ritel kecil dan pengamat ekonomi.
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menyampaikan keprihatinannya terhadap potensi dampak negatif kebijakan ini terhadap iklim usaha yang kondusif. Direktur Eksekutif KPPOD, Herman N Suparman, menekankan bahwa larangan ini dapat mengancam kelangsungan hidup sektor ritel, terutama pedagang kecil yang mengandalkan penjualan rokok sebagai sumber pendapatan signifikan. KPPOD berpendapat bahwa pendekatan yang lebih efektif adalah memperketat pengawasan penjualan rokok kepada individu di bawah usia 21 tahun, disertai dengan edukasi dan sosialisasi yang gencar.
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) juga telah melakukan kajian yang mengindikasikan tekanan yang dialami industri tembakau saat ini. INDEF menyoroti tiga skenario kebijakan yang berpotensi memperburuk situasi, yaitu:
- Larangan penjualan rokok di radius 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak.
- Larangan iklan rokok di media luar ruang dalam radius 500 meter.
- Penyeragaman kemasan rokok tanpa merek.
Menurut Kepala Center of Industry, Trade and Investment INDEF, Andry Satrio Nugroho, jika ketiga skenario ini diimplementasikan secara bersamaan, dampak yang ditimbulkan akan sangat signifikan. Diperkirakan sekitar 2,3 juta orang berpotensi kehilangan pekerjaan, yang setara dengan 1,6% dari total angkatan kerja di Indonesia. Secara khusus, larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter diperkirakan akan mempengaruhi 33,08% dari total ritel, dengan sekitar 734.799 pekerja yang terdampak.
Dampak lain yang perlu dipertimbangkan adalah potensi penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ritel kecil merupakan kontributor pajak dan retribusi bagi pemerintah daerah. Andry menjelaskan bahwa penjualan rokok dapat menyumbang hingga 30% dari total keuntungan ritel kecil. Jika kinerja ritel menurun akibat pembatasan ini, otomatis setoran pajak dan retribusi ke daerah juga akan berkurang, yang pada akhirnya akan mempengaruhi PAD.