Studi: Potensi Ekonomi Raja Ampat Jauh Melampaui Keuntungan Tambang Nikel
Raja Ampat: Antara Eksploitasi Tambang dan Valuasi Ekonomi Jangka Panjang
Seorang akademisi dari IPB University, Nimmi Zulbainarn, menyoroti potensi ekonomi jangka panjang dan berkelanjutan dari ekosistem Raja Ampat yang dinilai jauh lebih besar dibandingkan dengan keuntungan sesaat dari pertambangan nikel. Pernyataan ini muncul di tengah kekhawatiran akan alih fungsi lahan hijau di Pulau Gag, Kawe, Manuran, dan wilayah lain di Raja Ampat.
Nimmi menekankan bahwa Raja Ampat, sebagai pusat keanekaragaman hayati laut dunia dengan lebih dari 500 spesies karang dan ribuan jenis ikan, seharusnya dilindungi dari eksploitasi tambang nikel. Aktivitas pertambangan ini berpotensi menimbulkan dampak negatif yang signifikan dan merusak kepercayaan terhadap arah pembangunan nasional. Menurutnya, masalah utama bukanlah sekadar perizinan tambang, melainkan kurangnya pendekatan kebijakan yang didasarkan pada valuasi ekonomi yang komprehensif.
Valuasi ekonomi, jelas Nimmi, bukan hanya tentang memaksimalkan keuntungan, tetapi juga tentang menjaga kelestarian sumber daya alam secara berkelanjutan. Pendekatan valuasi yang menyeluruh mencakup:
- Nilai penggunaan langsung: Perikanan dan pariwisata
- Nilai tidak langsung: Perlindungan pantai dan penyerapan karbon
- Nilai eksistensi: Keberlanjutan ekosistem
Valuasi ekonomi bukan sekadar mengubah nilai lingkungan menjadi angka rupiah, melainkan pendekatan ilmiah dan normatif untuk menempatkan lingkungan sebagai pertimbangan utama dalam kebijakan. Jika pembangunan hanya dilihat sebagai akumulasi modal dan pertumbuhan ekonomi jangka pendek, kasus Raja Ampat menjadi contoh kegagalan memahami esensi keberlanjutan.
Kontradiksi Kebijakan dan Lemahnya Tata Kelola Lingkungan
Alih fungsi ekosistem di pesisir Raja Ampat juga mencerminkan adanya kontradiksi kebijakan. Pemerintah, di satu sisi, mempromosikan ekonomi biru dan pariwisata berkelanjutan, tetapi di sisi lain, mengizinkan aktivitas ekstraktif di wilayah yang sama atas nama pertumbuhan ekonomi. Studi empiris menunjukkan bahwa setiap hektare terumbu karang di Raja Ampat dapat menghasilkan miliaran rupiah per tahun melalui pariwisata bahari, perikanan, dan jasa ekosistem lainnya.
Nimmi memperingatkan bahwa aktivitas pertambangan dapat merusak potensi ekonomi ini melalui sedimentasi, kerusakan karang, dan polusi air. Hal ini dapat menggerus basis ekonomi lokal dan merusak integritas ekologis yang mendukung kehidupan generasi mendatang.
Ia juga menyoroti lemahnya tata kelola lingkungan, dengan banyak kegiatan pertambangan yang tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan. Hal ini menunjukkan lemahnya penegakan prinsip kehati-hatian. Izin tambang seringkali dikeluarkan tanpa AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang partisipatif dan ilmiah, bahkan sebelum valuasi ekonomi yang kredibel dilakukan.
Dalam konteks kebijakan publik, valuasi ekonomi seharusnya menjadi alat bantu pengambilan keputusan untuk menginternalisasi dampak negatif dari setiap kebijakan. Jika kerusakan lingkungan akibat tambang dihitung sebagai biaya nyata, seperti kerugian produksi nelayan, biaya pemulihan terumbu karang, atau penurunan kualitas hidup masyarakat pesisir, maka menjaga kelestarian lingkungan akan terlihat lebih rasional secara ekonomi.
Raja Ampat: Aset Regeneratif yang Harus Dilindungi
Tanpa valuasi ekonomi, lingkungan akan terus dianggap sebagai variabel bebas yang dapat dikorbankan demi investasi jangka pendek. Raja Ampat harus dipandang sebagai ekosistem hidup dengan nilai intrinsik, sosial, dan ekonomi yang bersifat regeneratif. Keberadaan dan keberlanjutan Raja Ampat penting tidak hanya bagi masyarakat adat dan pelaku wisata, tetapi juga bagi posisi Indonesia secara global dalam membangun narasi kepemimpinan dalam transisi menuju pembangunan hijau.
Nimmi menegaskan bahwa pembangunan nasional sejati harus menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan ekologi, pemanfaatan dan pelestarian, serta masa kini dan masa depan. Dengan menjadikan kelestarian sumber daya alam sebagai pusat kebijakan, Indonesia tidak hanya menjaga alam, tetapi juga memperkuat ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya bangsa.
"Raja Ampat sedang berbicara, meminta pembangunan yang bijak, beradab, dan berkelanjutan," pungkasnya.