Dari Ejekan Teman Hingga Dosen S3: Kisah Inspiratif Nurhaya, Perempuan dengan Epilepsi

Dari Ejekan Teman Hingga Dosen S3: Kisah Inspiratif Nurhaya, Perempuan dengan Epilepsi

Nurhaya Nurdin S.Kep.,Ns.,MN.,MPH., seorang dosen di Fakultas Keperawatan Universitas Hasanuddin yang tengah menempuh pendidikan S3, memiliki kisah hidup yang menginspirasi. Perjalanan akademisnya yang gemilang bermula dari masa kanak-kanak yang penuh tantangan akibat epilepsi yang dideritanya sejak usia delapan tahun. Diagnosis epilepsi datang setelah ia mengalami benturan kepala yang menyebabkan kejang berulang. Sebelum mendapatkan perawatan medis yang tepat, Nurhaya, yang akrab disapa Aya, harus menghadapi stigma negatif dan diskriminasi dari lingkungan sekitarnya.

Sebelum mendapatkan penanganan medis yang tepat dari dokter spesialis saraf saat duduk di bangku kelas 6 SD, Aya sempat dibawa ke sejumlah 'orang pintar' di Makassar. Pengalaman ini menjadi bagian dari masa sulit yang ia lalui. Kejang yang terjadi beberapa kali dalam seminggu menyebabkan penurunan prestasi akademiknya. Nilai-nilai yang sebelumnya selalu masuk tiga besar, merosot tajam. Lebih menyakitkan lagi, ia kerap diejek dan dijauhi teman-temannya. Bahkan, ada tetangga yang melarang anaknya bermain bersamanya karena takut epilepsi menular. Stigma dan diskriminasi ini memberikan dampak psikologis yang dalam bagi Aya, menciptakan rasa sedih dan terasing.

Namun, dukungan keluarga menjadi pilar penting yang menguatkan Aya. Mereka memberikannya motivasi dan semangat untuk tetap berjuang. Kata-kata penyemangat dari keluarga menjadi kekuatan untuk membuktikan bahwa epilepsi bukanlah penghalang kesuksesan. Ia tidak menyerah pada keterbatasannya, malah menjadikan tantangan sebagai pendorong untuk maju. Ia menemukan cara belajar yang efektif dengan memanfaatkan kekuatan pendengarannya. Teknik belajar ini membantunya tetap fokus dalam proses belajar mengajar, meski dirinya mudah lupa dan sensitif.

Perjuangan Aya tidak berhenti sampai di situ. Ia gemar membaca dan menemukan buku tentang teknik belajar efektif yang sesuai dengan tipe belajarnya (auditorial). Dengan kemampuan mendengar yang tajam, ia dapat menyerap informasi dengan lebih mudah dibandingkan membaca. Strategi ini membantunya melewati masa-masa sulit di sekolah dan kuliah. Bahkan, semasa SMA dan kuliah, Aya memanfaatkan kelebihan ini dengan meminta teman-temannya membacakan materi pelajaran dengan suara keras. Metode belajar ini ternyata sangat efektif dan membantunya meraih prestasi akademik yang membanggakan.

Kisah Aya membuktikan bahwa epilepsi bukanlah penghalang bagi seseorang untuk mencapai cita-cita. Dengan dukungan keluarga, tekad yang kuat, dan strategi belajar yang tepat, ia berhasil mengatasi stigma negatif dan mencapai prestasi akademis yang luar biasa. Kisah hidupnya patut menjadi inspirasi bagi banyak orang, bahwa keterbatasan fisik bukanlah hambatan untuk meraih kesuksesan. Perjuangan Aya hingga menjadi dosen S3 membuktikan kekuatan semangat dan tekad yang luar biasa untuk mengubah tantangan menjadi peluang.

Catatan: Kejang yang dialami Aya setelah berobat pada tahun 2019 dan 2024, menunjukkan bahwa epilepsi adalah kondisi yang perlu dikelola secara berkelanjutan. Meskipun telah mendapatkan perawatan medis, kemunculan kejang masih mungkin terjadi. Hal ini penting untuk dipahami agar dapat memberikan dukungan dan pemahaman yang lebih baik kepada para penyandang epilepsi.