DPR Mendorong Penguatan UU Pertambangan Pasca-Pencabutan IUP di Raja Ampat
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menunjukkan respons serius terhadap dampak aktivitas pertambangan di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya. Wakil Ketua Komisi VI DPR, Nurdin Halid, menyatakan bahwa DPR akan proaktif dalam memperkuat regulasi dan pengawasan terkait izin usaha pertambangan (IUP), terutama di wilayah-wilayah yang memiliki nilai konservasi tinggi.
Dorongan ini muncul sebagai tindak lanjut dari keputusan pemerintah pusat untuk mencabut empat IUP di Raja Ampat, sebuah wilayah yang dikenal dengan keindahan alamnya yang luar biasa dan keanekaragaman hayati laut yang kaya. Nurdin Halid menekankan perlunya revisi undang-undang yang mengatur IUP agar lebih berpihak pada perlindungan lingkungan dan hak-hak masyarakat adat.
"Kami akan mengawal kebijakan ini melalui fungsi legislasi dan pengawasan yang kami miliki. Kami tidak akan mentolerir segala bentuk kompromi yang mengorbankan kelestarian lingkungan demi kepentingan investasi," tegas Nurdin.
Dalam pandangannya, keterlibatan aktif masyarakat adat dan komunitas lokal dalam proses pembangunan di kawasan-kawasan strategis seperti Raja Ampat adalah suatu keharusan. Pembangunan yang berkelanjutan, menurutnya, harus bersifat partisipatif dan inklusif, serta memberikan manfaat yang nyata bagi seluruh pihak yang berkepentingan, bukan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu dari luar daerah.
Nurdin Halid juga menyampaikan apresiasinya terhadap keputusan Presiden Prabowo Subianto yang telah mencabut empat IUP di Raja Ampat. Ia menegaskan bahwa langkah tersebut merupakan wujud komitmen pemerintah dalam melindungi kekayaan hayati dunia yang tak ternilai harganya. Menurutnya, Raja Ampat tidak boleh lagi menjadi lokasi aktivitas pertambangan yang merusak.
Lebih lanjut, Nurdin menjelaskan bahwa keputusan Presiden Prabowo juga merupakan bentuk tanggung jawab negara terhadap keberlanjutan ekonomi masyarakat lokal. Ia berpendapat bahwa kehadiran industri pertambangan di wilayah-wilayah sensitif seperti Raja Ampat hanya memberikan manfaat ekonomi jangka pendek, sementara risiko kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dapat mengancam potensi ekonomi jangka panjang yang berbasis pada sektor pariwisata dan ekosistem laut.
"Alih-alih melakukan aktivitas pertambangan, kita seharusnya mendorong pengembangan ekonomi biru, pelestarian ekosistem laut, dan pengembangan pariwisata berbasis komunitas. Itulah arah kebijakan yang seharusnya menjadi prioritas utama di Raja Ampat," jelasnya.
Menanggapi pertanyaan mengenai tidak dicabutnya izin tambang PT Gag Nikel di Raja Ampat, Nurdin menjelaskan bahwa keputusan pemerintah didasarkan pada pertimbangan yang komprehensif. Ia mengungkapkan bahwa PT Gag Nikel, sebagai anak perusahaan PT Antam, beroperasi di luar kawasan Geopark Global UNESCO dan dinilai telah menjalankan praktik tata kelola lingkungan yang baik sesuai dengan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Meski demikian, Nurdin menekankan pentingnya pengawasan yang ketat terhadap operasional PT Gag Nikel. Ia meminta agar evaluasi berkala terus dilakukan untuk memastikan tidak terjadi kerusakan lingkungan, terutama di sekitar kawasan geopark global.
"Operasional PT Gag Nikel harus memberikan manfaat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Jangan sampai mereka justru merasa seperti orang asing di tanah mereka sendiri," pungkasnya.
Dengan adanya dorongan dari DPR untuk memperkuat regulasi dan pengawasan terhadap IUP, diharapkan aktivitas pertambangan di wilayah-wilayah konservasi tinggi dapat dilakukan secara lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan, sehingga tidak mengorbankan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal.