Pelatih Taekwondo di Nunukan Terancam Hukuman Maksimal atas Kasus Pencabulan Sembilan Murid

Kasus pencabulan yang dilakukan oleh seorang pelatih taekwondo di Nunukan, Kalimantan Utara, memasuki babak baru. Yudi Chandra Bin Atong Soedibyo, terdakwa dalam kasus ini, menghadapi tuntutan maksimal dari Kejaksaan Negeri Nunukan atas perbuatan cabul terhadap sembilan muridnya.

Kepala Seksi Pidana Umum (Pidum) Kejaksaan Negeri Nunukan, Hajar Aswad, mengungkapkan bahwa pihaknya akan membacakan tuntutan maksimal dalam sidang yang akan datang. Penundaan sidang sebelumnya disebabkan oleh koordinasi dengan Kejaksaan Tinggi (Kejati) terkait dengan rumusan tuntutan (Rentut).

"Kemarin sidang tuntutan ditunda karena menunggu Rentut Kejati. Minggu depan kita bacakan dengan tuntutan maksimal," ujarnya.

Kasus ini menjadi perhatian serius karena melibatkan seorang guru taekwondo dan banyak korban. Kejari Nunukan secara berkala melaporkan perkembangan kasus ini kepada Kejati, yang menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan tuntutan pidana. Status terdakwa sebagai guru taekwondo, serta jumlah korban yang lebih dari satu orang, menjadi faktor yang memberatkan.

Merujuk pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2016 yang telah disahkan menjadi undang-undang, hukuman bagi pelaku pencabulan yang merupakan orang tua, wali, atau guru, akan ditambah sepertiga dari hukuman maksimal. Dalam kasus ini, Yudi Chandra terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.

Selama proses persidangan, terdakwa diberi kesempatan untuk membela diri. Namun, alih-alih membantah, Yudi Chandra justru mengamini semua keterangan yang diberikan oleh para saksi korban anak. Perubahan perilaku para korban juga menjadi perhatian orang tua mereka, yang merasa bahwa anak-anak mereka menjadi lebih menjaga jarak.

"Sejak menjadi korban pelatihnya, para siswa menjaga jarak dengan orang tuanya. Dan itu juga sebuah doktrin dari terdakwa Yudi Chanda Bin Atong Soedibyo, bahwa permasalan yang terjadi di dojang, selesai di dojang," jelasnya.

Hasil pemeriksaan psikologis dari Dinas Sosial Nunukan menunjukkan bahwa Yudi Chandra memiliki gangguan seksual serius, dengan kecenderungan pedofilia dan minat pada anak-anak berusia 13 tahun atau lebih muda.

Kasus ini bermula dari laporan para siswa yang menjadi korban pada awal Desember 2024. Polres Nunukan segera mengamankan Yudi Chandra setelah menerima laporan tersebut. Kasi Humas Polres Nunukan, Ipda Zainal Yusuf, mengungkapkan bahwa dugaan pelecehan telah berlangsung selama bertahun-tahun.

"Dari dua laporan yang masuk, kita lakukan penyelidikan dan penyidikan. Sampai akhirnya muncul banyak pengakuan para siswa taekwondo-nya," ujar Zainal.

Berdasarkan hasil penyidikan, tindakan asusila yang dilakukan Yudi Chandra terjadi sejak tahun 2018 hingga 2024. Selama kurun waktu tersebut, terdapat sembilan korban yang merupakan murid taekwondo laki-laki dengan rentang usia 14 hingga 18 tahun.

Modus operandi yang digunakan Yudi Chandra adalah memanggil korban secara pribadi setelah sesi latihan taekwondo. Korban kemudian diminta untuk mempraktikkan teknik tendangan, di mana Yudi Chandra memberikan instruksi dan melakukan pemijatan di area selangkangan dengan dalih untuk memperkuat tendangan. Namun, aktivitas memijat tersebut berujung pada pencabulan.

Yudi Chandra dijerat dengan sejumlah pasal, antara lain Pasal 82 Ayat (4) Undang-Undang RI No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, jo Pasal 76E Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2014, jo Pasal 65 KUHP, atau Pasal 6 huruf c jo Pasal 4 Ayat (2) huruf c Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Sebagai informasi tambahan, Yudi Chandra merupakan seorang pelatih taekwondo di Nunukan yang memiliki berbagai prestasi di tingkat nasional hingga internasional.