Eksplorasi Tambang di Indonesia: Tingkat Keberhasilan di Bawah Standar Global

markdown Direktur Eksekutif Indonesian Mining Association (IMA), Hendra Sinadia, menyoroti rendahnya tingkat keberhasilan eksplorasi pertambangan di Indonesia. Data menunjukkan bahwa rasio keberhasilan eksplorasi di Indonesia jauh tertinggal dibandingkan dengan rata-rata global.

Secara global, tingkat keberhasilan eksplorasi tambang berada di angka 5% dari total pengeboran yang dilakukan. Namun, di Indonesia, angka ini jauh lebih rendah, hanya berkisar antara 2,5% hingga 3%. Hal ini diungkapkan Hendra dalam acara peluncuran laporan "Coal in Indonesia: Paradox of Strength and Uncertainty".

Menurut Hendra, sejumlah regulasi dan kebijakan menjadi penyebab utama rendahnya tingkat keberhasilan eksplorasi di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah aturan divestasi dan izin kehutanan, yang dinilai mempersulit proses eksplorasi dan memperkecil peluang penemuan cadangan baru.

Selain itu, ketidakpastian dalam proses perizinan juga menjadi kendala serius bagi perusahaan pertambangan. Banyak perusahaan yang telah melakukan pengeboran namun tidak mendapatkan kepastian untuk melanjutkan ke tahap komersialisasi. Ketidakpastian ini menghambat investasi di sektor eksplorasi.

Hendra menekankan bahwa kegiatan eksplorasi membutuhkan investasi yang signifikan. Oleh karena itu, peran investor asing sangat penting karena perusahaan lokal cenderung kurang terlibat dalam kegiatan eksplorasi. Mayoritas cadangan batu bara dan nikel yang ada saat ini ditemukan pada era 1980-an hingga 1990-an oleh junior mining company yang berani menanggung resiko.

"Mayoritas eksplorasi dilakukan oleh pemain-pemain lokal itu sangat kecil. Nah, jadi konteks ini memang bisa dilihat dan sebagian besar kita enggak ada investasi baru. Jadi eksplorasi-nya juga drop. Nah, kunci untuk mendorong itu tentu harus dilihat lagi kebijakan, aturan-aturan, izin-izin," Kata Hendra.

Kondisi ini diperparah dengan minimnya investasi baru di sektor eksplorasi. IMA mencatat bahwa sebagian besar cadangan batu bara dan nikel yang ada saat ini ditemukan pada era 1980-an hingga 1990-an oleh perusahaan-perusahaan kecil yang berani menanggung risiko eksplorasi. Namun, dalam 20 tahun terakhir, jumlah perusahaan yang aktif di sektor eksplorasi di Indonesia telah menurun drastis. Dulu ada lebih dari 100 perusahaan, kebanyakan dari Australia dan Kanada. Sekarang mungkin bisa dihitung dengan jari perusahaan yang bertahan.

Untuk mendorong kegiatan eksplorasi, Hendra menilai bahwa pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan, regulasi, dan perizinan yang terkait dengan sektor pertambangan. Dengan menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif, diharapkan dapat menarik lebih banyak investor untuk berinvestasi di sektor eksplorasi dan meningkatkan tingkat keberhasilan penemuan cadangan baru.