Fenomena Mobil Bekas 'Rasa Baru' di China: Harga Miring, Garansi Terkikis

Di pasar otomotif China, fenomena unik mencuri perhatian: mobil bekas nol kilometer. Kendaraan-kendaraan ini, meskipun terdaftar, belum pernah digunakan, membanjiri pasar dengan harga yang jauh lebih menarik dibandingkan mobil baru. Pertanyaannya, apakah ini keuntungan atau justru kerugian bagi konsumen?

Fenomena ini berakar pada praktik di mana mobil baru didaftarkan sebagai terjual, sering kali ke jaringan dealer atau platform pihak ketiga. Tujuannya beragam, mulai dari membantu produsen mencapai target penjualan, mengurangi stok yang menumpuk di dealer, hingga memanfaatkan subsidi atau kebijakan ekspor tertentu. Akibatnya, mobil-mobil ini kemudian dijual kembali sebagai mobil bekas, meskipun kondisinya masih seperti baru.

Harga Menggiurkan, Garansi Terpotong

Salah satu daya tarik utama mobil bekas nol kilometer adalah harganya yang lebih rendah. Sebagai contoh, sebuah Nio ET5T keluaran 2024 yang baru dijual seharga 298.000 yuan (sekitar Rp 676 juta). Namun, dalam kondisi bekas nol kilometer, harganya bisa anjlok menjadi 185.800 yuan (sekitar Rp 421 juta). Selisih harga yang signifikan ini tentu menggoda banyak konsumen.

Namun, di balik harga yang menarik, terdapat konsekuensi yang perlu dipertimbangkan. Salah satunya adalah pengurangan masa garansi. Garansi standar yang seharusnya mencakup 6 tahun atau 150.000 kilometer untuk kendaraan dan 10 tahun/jarak tempuh tak terbatas untuk sistem baterai, dipangkas menjadi 3 tahun atau 120.000 kilometer untuk kendaraan dan 8 tahun atau 120.000 kilometer untuk sistem baterai. Pengurangan ini setidaknya mengurangi manfaat keseluruhan sebesar 20 persen.

Praktik yang Menyesatkan?

Di pusat-pusat penjualan mobil bekas seperti Shanghai Used Car Trading Centre, mobil bekas nol kilometer dapat mencapai sepersepuluh dari total kendaraan yang dipamerkan. Mobil-mobil ini berasal dari berbagai sumber, termasuk dealer, kendaraan bekas uji coba, dan bahkan mobil milik influencer. Penurunan harga pun bervariasi, dengan beberapa model seperti Xiaomi SU7 menawarkan diskon hingga 20.000 yuan (sekitar Rp 45 juta).

Meski menggiurkan, praktik ini dikhawatirkan dapat menyesatkan konsumen. Pasalnya, angka penjualan yang tampak tinggi bisa jadi tidak mencerminkan permintaan pasar yang sebenarnya. Hal ini berpotensi memengaruhi keputusan pembelian konsumen, yang mungkin mengira bahwa sebuah model mobil lebih populer dari yang sebenarnya.

Dampak Jangka Panjang

Para profesional industri juga выражают kekhawatiran bahwa tren ini dapat mengganggu harga kendaraan secara keseluruhan. Dampaknya, depresiasi aset konsumen bisa terjadi lebih cepat. Nilai jual kembali mobil baru bisa terpengaruh jika pasar dibanjiri oleh mobil bekas nol kilometer yang harganya jauh lebih murah.

Fenomena mobil bekas nol kilometer di China menghadirkan dilema bagi konsumen. Di satu sisi, harga yang lebih rendah sangat menarik. Di sisi lain, pengurangan garansi dan potensi informasi yang menyesatkan menjadi pertimbangan penting. Konsumen perlu menimbang dengan cermat antara keuntungan finansial jangka pendek dan potensi kerugian jangka panjang sebelum memutuskan untuk membeli mobil bekas 'rasa baru' ini.