Penyelidikan Dugaan Malpraktik Balita di Bima: Polisi Gelar Perkara
Polres Bima Intensifkan Penyelidikan Kasus Dugaan Malpraktik yang Menimpa Balita
Kepolisian Resor Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), meningkatkan intensitas penanganan kasus dugaan malpraktik yang dialami seorang balita bernama Aruni. Kasus ini berawal dari penanganan medis terhadap Aruni, balita berusia 1 tahun 2 bulan, di sejumlah fasilitas kesehatan di wilayah Bima.
Kasat Reskrim Polres Bima, AKP Abdul Malik, mengonfirmasi bahwa pihaknya akan segera menggelar perkara terkait laporan hasil penyelidikan kasus ini. "Minggu ini, kami rencanakan gelar perkara laporan hasil penyelidikan," ujarnya, menunjukkan komitmen kepolisian dalam menindaklanjuti kasus ini secara serius.
Laporan hasil penyelidikan (LHP) yang akan digodok dalam gelar perkara, memuat informasi mengenai calon tersangka beserta peran masing-masing dalam dugaan insiden malpraktik. Selanjutnya, LHP ini akan dilimpahkan kepada Majelis Disiplin Profesi (MDP) untuk evaluasi lebih lanjut.
Peran MDP dalam Menentukan Dugaan Malpraktik
MDP memiliki peran krusial dalam menentukan apakah telah terjadi malpraktik dalam penanganan medis terhadap Aruni. Lembaga ini akan menilai dan memberikan rekomendasi berdasarkan peran masing-masing pihak yang terlibat, sebagaimana dituangkan dalam LHP dari kepolisian. Rekomendasi dari MDP akan menjadi dasar apakah kasus ini akan berlanjut ke tahap berikutnya atau tidak.
Sejak penyelidikan kasus ini dimulai, penyidik telah meminta keterangan dari 17 orang saksi. Mereka terdiri dari dokter dan perawat yang bertugas di beberapa fasilitas kesehatan tempat Aruni mendapatkan perawatan, termasuk:
- Puskesmas Bolo
- Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sondosia
- Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bima
AKP Abdul Malik menyatakan bahwa jumlah saksi yang dimintai keterangan dapat bertambah, tergantung pada perkembangan hasil penyelidikan. Pihak keluarga korban juga telah memberikan keterangan kepada penyidik.
Kronologi Kejadian yang Berujung Amputasi
Kasus ini bermula pada 10 April 2025, ketika Aruni dibawa ke Puskesmas Bolo karena mengalami demam tinggi dan batuk. Tim medis di puskesmas segera mengambil tindakan dengan memasang infus. Namun, tak lama setelah pemasangan infus, tangan Aruni mengalami pembengkakan.
Setelah tiga hari dirawat di Puskesmas Bolo, kondisi Aruni tidak menunjukkan perbaikan. Tangannya semakin membengkak dan mengeluarkan nanah, sehingga ia dirujuk ke RSUD Sondosia. Meskipun mendapatkan penanganan intensif di RSUD Sondosia, kondisi Aruni tetap tidak membaik.
Karena tidak ada perubahan signifikan, Aruni kemudian dirujuk ke RSUD Bima untuk menjalani operasi. Setelah operasi di RSUD Bima, pihak keluarga disarankan untuk membawa Aruni ke RSUP NTB guna memeriksa kondisi jari-jari tangannya.
Di RSUP NTB, tim medis melakukan observasi terhadap luka di tangan Aruni, yang kondisinya sudah menghitam. Mengingat kondisinya yang memprihatinkan, tim dokter menyarankan agar tangan Aruni diamputasi untuk mencegah infeksi menyebar ke organ tubuh lainnya.
Keputusan amputasi ini menjadi pukulan berat bagi keluarga Aruni. Ayah Aruni, Andika, mengungkapkan kesedihannya setelah mendapatkan kabar dari dokter mengenai kondisi putrinya.