Terjebak Krisis Ekonomi: Penghasilan Seret, Pengeluaran Meroket?
Fenomena kontradiktif yang tengah menghantui masyarakat Indonesia adalah kesulitan dalam mencari nafkah di tengah derasnya arus pengeluaran. Ungkapan klasik, "uang makin susah dicari, makin mudah dihabiskan," menemukan relevansinya dalam potret ekonomi saat ini.
Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menyoroti perlambatan pertumbuhan simpanan perorangan sebagai indikasi kesulitan finansial masyarakat. Data ini mengisyaratkan bahwa sebagian besar pendapatan habis untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, menyisakan sedikit atau bahkan tidak ada ruang untuk menabung. Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus berlanjut semakin memperburuk situasi, mempersempit lapangan pekerjaan dan sumber penghasilan.
"Pertumbuhan simpanan individu melambat, dan jumlah PHK tahun lalu mencapai lebih dari 70 ribu. Tahun ini, angkanya bisa mencapai 280 ribu," ujar Bhima.
Di sisi lain, tingkat konsumsi rumah tangga yang masih tinggi, mencapai lebih dari 50% dari Produk Domestik Bruto (PDB), menunjukkan bahwa pengeluaran masyarakat tetap besar. Ketidakseimbangan antara pendapatan yang menurun dan konsumsi yang tinggi menyebabkan dompet semakin cepat kosong.
"Porsi konsumsi rumah tangga masih lebih dari 50% dari total ekonomi. Jadi, ada ketidakseimbangan antara sulitnya mencari pekerjaan, penurunan pendapatan, dan tingginya konsumsi," jelasnya.
Lonjakan utang, terutama melalui pinjaman online (pinjol), menjadi indikasi lain dari kesulitan finansial. Masyarakat terpaksa bergantung pada pinjaman untuk memenuhi kebutuhan hidup, menandakan bahwa uang yang diperoleh tidak mencukupi.
"Di tengah sulitnya mencari pekerjaan, angka pinjol melonjak signifikan. Ini adalah tanda yang tidak sehat. Kredit juga dapat dihitung sebagai tanda konsumtif," imbuhnya.
Senada dengan Bhima, Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah, menyoroti dampak PHK dan pelemahan daya beli terhadap pendapatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Ia menekankan bahwa mencari uang memang selalu sulit, namun kondisi ekonomi saat ini semakin memperburuk keadaan.
"Mencari uang memang selalu sulit. Namun, kondisi ekonomi saat ini menyebabkan banyak PHK. Investasi yang sulit dan terbatasnya peluang kerja semakin memperburuk keadaan. Mencari uang tetaplah sulit," kata Piter.
"Kondisi perekonomian sedang menurun. Mencari pekerjaan sulit, dan memulai usaha juga tidak mudah untuk mendapatkan keuntungan," sambungnya.
Piter juga menyoroti peningkatan pengeluaran masyarakat akibat munculnya pos-pos pengeluaran baru, seperti biaya internet. Hal ini berkontribusi pada persepsi bahwa uang lebih mudah dihabiskan daripada dicari, meskipun ia menekankan bahwa gaya hidup individu juga berperan.
"Di tengah keterbatasan pendapatan, biaya-biaya semakin tinggi dan kompleks. Dulu kita tidak perlu biaya internet, sekarang kita butuh. Situasinya memang kompleks," terangnya.
Secara keseluruhan, kondisi ekonomi saat ini menciptakan dilema bagi masyarakat. Penghasilan yang sulit didapatkan harus berhadapan dengan pengeluaran yang terus meningkat, memicu kekhawatiran tentang stabilitas keuangan dan kesejahteraan di masa depan.
- Indeks pertumbuhan simpanan perorangan terus melambat
- Jumlah PHK tahun lalu ada 70 ribu lebih orang yang di PHK, tahun ini bisa 280 ribu orang yang di PHK
- Angka konsumsi rumah tangga terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) masih di atas 50%
- Angka pinjol itu melonjak signifikan