Aktivitas Mandek, Pelabuhan Pulau Baai Lumpuh Picu Kemerosotan Ekonomi Bengkulu

Kinerja Pelabuhan Pulau Baai di Bengkulu mengalami kelumpuhan selama delapan bulan terakhir, berdampak signifikan terhadap stabilitas ekonomi regional. Terhentinya operasional pelabuhan utama ini telah memicu kontraksi ekonomi yang dirasakan oleh berbagai sektor.

Menurut Asisten II Pemprov Bengkulu, RA Denni, Pelabuhan Pulau Baai yang dulunya menjadi urat nadi perekonomian Bengkulu kini tidak berfungsi akibat sedimentasi yang parah. Hal ini diungkapkan dalam acara Serasehan Ekonomi Bengkulu yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia (BI) Bengkulu.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Bengkulu, M. Irfan Surya Wardana, menambahkan bahwa penurunan aktivitas pelabuhan berdampak langsung pada pendapatan bea dan cukai. Kondisi ini memperburuk defisit anggaran daerah dan menghambat investasi publik.

Kepala BI Bengkulu, Wahyu Yuwana Hidayat, menegaskan bahwa Pelabuhan Pulau Baai adalah pintu gerbang utama untuk lalu lintas barang dan jasa di Bengkulu. Kelumpuhannya telah memicu kontraksi ekonomi yang dirasakan oleh para pelaku usaha. Ia juga menyoroti bagaimana ekspor, khususnya batu bara, mengalami penurunan tajam, yang pada gilirannya memengaruhi penerimaan pajak ekspor.

Saat ini, aktivitas ekspor Bengkulu dialihkan melalui pelabuhan lain di wilayah tetangga. Ekspor karet kini dilakukan melalui pelabuhan di Palembang, sementara crude palm oil (CPO) diekspor melalui pelabuhan di Padang dan Lampung. Solusi sementara ini tentu menambah biaya logistik dan mengurangi daya saing produk Bengkulu.

Pemerintah daerah dan pihak terkait tengah berupaya mengatasi masalah sedimentasi ini dengan melakukan pengerukan. Diharapkan, dengan beroperasinya kembali Pelabuhan Pulau Baai, ekonomi Bengkulu dapat pulih dan kembali tumbuh. Pemulihan aktivitas pelabuhan diharapkan dapat meningkatkan ekspor, menarik investasi, dan menciptakan lapangan kerja baru.