Antisipasi Dampak Negatif AI, Polri Inisiasi Konsep Kepolisian Futuristik
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tengah merancang konsep kepolisian futuristik atau futuristic policing sebagai langkah proaktif dalam menghadapi tantangan dan dampak negatif dari perkembangan teknologi, terutama Artificial Intelligence (AI).
Inisiatif ini diungkapkan oleh Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Kalemdiklat) Polri, Komjen Chryshnanda Dwilaksana, dalam sebuah seminar bertajuk 'Peningkatan Peran Polri Dalam Mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045' yang diselenggarakan di Universitas Bhayangkara Jaya Raya, Bekasi. Chryshnanda menekankan pentingnya Polri beradaptasi dengan perkembangan zaman untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat di era digital.
"Pemolisian yang harus kita kembangkan yaitu futuristic policing. Dalam konteks ini, kita harus mengembangkan smart policing di era digital dan kenormalan baru. Smart policing ini merupakan harmonisasi antara konvensional policing, electronic policing, dan forensic policing," ujar Chryshnanda.
Ia menjelaskan bahwa pengembangan futuristic policing merupakan respons terhadap pesatnya kemajuan teknologi yang membawa berbagai implikasi, termasuk munculnya bentuk-bentuk kejahatan baru, terutama kejahatan siber. Kehadiran AI, menurutnya, dapat menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, AI menawarkan berbagai kemudahan dan efisiensi. Namun, di sisi lain, AI juga dapat dimanfaatkan untuk tujuan jahat, seperti penyebaran disinformasi, ujaran kebencian, dan propaganda yang merusak opini publik.
"Keunggulan AI sangat banyak. AI ini alat. Di tangan orang jahat bisa menimbulkan konflik. Ini era post-truth, banyak disinformasi, fitnah, dan juga kebencian. Ini bukan mencerdaskan, ini membodohkan," tegas Chryshnanda.
Chryshnanda juga menyoroti fenomena buzzer di era digital yang menurutnya dapat menjadi ancaman bagi stabilitas sosial. Ia menyebut buzzer sebagai "preman-preman di era digital" yang menyebarkan kebencian dan merusak opini publik. Oleh karena itu, Polri harus terus mengembangkan kemampuan dan strategi untuk menghadapi tantangan ini.
Saat ini, Polri telah melakukan berbagai upaya penanganan terhadap kejahatan siber dan kejahatan lainnya yang terkait dengan kemajuan teknologi. Selain itu, Polri juga mengedepankan upaya-upaya pencegahan kejahatan melalui pendekatan contemporary policing. Keberhasilan Polri diukur dari terciptanya keteraturan sosial, terjaminnya keamanan, dan rasa aman di masyarakat.
"Karena kita sekarang di dalam contemporary policing, mengutamakan pencegahan. Bagaimana keberhasilan polisi dilihat, bagaimana adanya keteraturan sosial, terjaminnya keamanan dan rasa aman," jelas Chryshnanda.
Lebih lanjut, Chryshnanda menekankan pentingnya reformasi kultural di tubuh Polri untuk mengikuti perubahan zaman. Polri harus terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan perubahan sosial agar dapat menjalankan tugasnya secara efektif dan profesional.
Konsep futuristic policing yang digagas Polri diharapkan dapat menjadi solusi inovatif dalam menghadapi tantangan keamanan di era digital. Dengan mengintegrasikan teknologi, strategi pencegahan, dan reformasi kultural, Polri berkomitmen untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 yang aman, tertib, dan sejahtera.
Beberapa poin penting yang menjadi fokus dalam pengembangan futuristic policing antara lain:
- Peningkatan kemampuan personel Polri dalam bidang teknologi dan siber.
- Pengembangan sistem dan aplikasi berbasis teknologi untuk mendukung tugas kepolisian.
- Peningkatan kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat, dalam upaya pencegahan kejahatan.
- Peningkatan kesadaran masyarakat tentang keamanan siber dan cara melindungi diri dari kejahatan siber.
- Pengembangan strategi komunikasi publik yang efektif untuk menangkal disinformasi dan ujaran kebencian.