Kajian KKP: Aktivitas Pertambangan Nikel di Raja Ampat Minim Pengaruh pada Ekosistem Laut

Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) baru-baru ini menyampaikan hasil pengawasan terkait dampak aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat terhadap ekosistem laut. Menurut Direktur Jenderal PSDKP, Pung Nugroho Saksono, pengawasan yang dilakukan menunjukkan bahwa sedimentasi akibat kegiatan pertambangan nikel tidak signifikan mempengaruhi kondisi perairan Raja Ampat.

Pung Nugroho Saksono menjelaskan, kesimpulan ini didasarkan pada penyelaman langsung yang dilakukan oleh tim KKP di lokasi yang berdekatan dengan area pertambangan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terumbu karang dan populasi ikan di wilayah tersebut masih dalam kondisi yang baik. Ia menambahkan, metode penambangan yang diterapkan, di mana kapal bersandar langsung di daratan dan material diangkut menggunakan truk, meminimalkan sedimentasi langsung ke laut.

"Kami memastikan melalui video dan pengamatan langsung bahwa terumbu karang dan keberadaan ikan tidak terganggu. Bahkan, populasi ikan di sana masih cukup tinggi, termasuk anak-anak ikan hiu," ujarnya.

Lebih lanjut, Pung Nugroho Saksono menuturkan bahwa KKP juga melakukan pengawasan di perairan dekat Pulau Gag, sebuah wilayah yang izin pertambangan nikelnya tidak dicabut. Hasilnya, ekosistem di wilayah tersebut juga terpantau dalam kondisi baik. Bahkan, tim penyelam KKP menemukan keberadaan buaya saat melakukan pengawasan di bawah laut.

Meski demikian, Pung Nugroho Saksono menjelaskan bahwa pemerintah telah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) dari empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat. Saat ini, hanya PT Gag Nikel yang masih memiliki IUP untuk wilayah Pulau Gag. PT Gag Nikel disebut telah menyatakan kesanggupannya untuk mengurus izin pengelolaan pulau-pulau kecil.

Sebelumnya, pemerintah secara resmi mengumumkan pencabutan IUP empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat. Keputusan ini disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, yang menyebutkan bahwa pencabutan dilakukan atas arahan Presiden Prabowo Subianto.

Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa pencabutan IUP dilakukan setelah mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk laporan dari Kementerian Lingkungan Hidup yang menemukan adanya pelanggaran lingkungan oleh keempat perusahaan tersebut. Selain itu, hasil pemeriksaan lapangan oleh Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Kementerian Kehutanan menunjukkan adanya urgensi untuk melindungi kawasan tersebut, termasuk biota laut dan konservasi.

Empat perusahaan yang IUP-nya dicabut adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Prakasa, dan PT Nurham. Keputusan pencabutan ini juga didasarkan pada hasil rapat terbatas sejumlah kementerian terkait, yang mempertimbangkan masukan dari pemerintah daerah, tokoh masyarakat Raja Ampat, dan hasil pemeriksaan lapangan.

Alasan utama pencabutan IUP tersebut adalah adanya pelanggaran lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Selain itu, pemerintah juga berupaya untuk melindungi kawasan Raja Ampat sebagai destinasi wisata dunia dan menjaga keberlanjutan ekosistemnya.