Puasa dan Pornografi: Dampak Konsumsi Konten Dewasa terhadap Spiritualitas Ramadan
Puasa dan Pornografi: Dampak Konsumsi Konten Dewasa terhadap Spiritualitas Ramadan
Ramadan, bulan suci penuh berkah bagi umat Muslim, menuntut komitmen penuh terhadap ibadah puasa. Puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga; ia merupakan latihan spiritual untuk mengendalikan hawa nafsu dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Di tengah kemudahan akses informasi digital, pertanyaan mengenai dampak konsumsi konten dewasa terhadap sahnya puasa kerap muncul. Meskipun secara fikih, menonton video pornografi tidak secara langsung membatalkan puasa, dampaknya terhadap spiritualitas Ramadan perlu dikaji lebih dalam.
Berdasarkan literatur fikih, terdapat perbedaan antara mufthirat dan muhbithot. Mufthirat merujuk pada delapan hal yang secara eksplisit membatalkan puasa, antara lain:
- Murtad
- Haid, nifas, atau wiladah (melahirkan)
- Gila
- Pingsan dan mabuk
- Jima' atau berhubungan seksual
- Sampainya ain (zat) dari manfadz maftuh (jalan tembus yang terbuka) ke jauf (rongga tubuh)
- Istimna' atau mengeluarkan mani
- Sengaja muntah
Sementara itu, muhbithot mencakup tindakan yang tidak membatalkan puasa secara hukum, namun mengurangi atau bahkan menghilangkan pahala. Kategori ini mencakup berbagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai kesucian Ramadan, seperti ghibah, adu domba, kebohongan, pandangan haram, sumpah palsu, dan tindakan keji lainnya. Menonton video dewasa termasuk dalam kategori muhbithot. Meskipun tidak secara langsung membatalkan puasa, aktivitas ini dapat membangkitkan syahwat dan mengalihkan fokus dari tujuan spiritual puasa, yaitu mencapai ketakwaan.
Pendapat Ustadz M. Syukron Maksum dalam buku Batalkah Sholat Jika Melihat Sarung Imam Bolong menjelaskan bahwa menonton film dewasa sendiri tidak membatalkan puasa. Namun, jika kebiasaan tersebut disertai dengan masturbasi atau keyakinan kuat akan menyebabkan keluarnya mani, maka puasanya batal. Hal ini sesuai dengan pendapat mayoritas ulama. Rosidi, S.Pd.I, M.Pd, dosen UIN Surakarta, menggarisbawahi pentingnya memahami perbedaan mufthirat dan muhbithot dalam konteks ini. Beliau menekankan bahwa meskipun puasa tetap sah, aktivitas yang mengurangi pahala tersebut merugikan tujuan utama ibadah puasa.
Lebih jauh, Imam An-Nawawi dalam Raudhatut Thalibin wa Umdatul Muftin menekankan pentingnya pengendalian diri dari syahwat sebagai inti dari ibadah puasa. Kalimat "ويكف نفسه عن الشهوات فهو سر الصوم والمقصود الأعظم منه" (Orang yang berpuasa harus dapat mengendalikan dirinya dari syahwat. Dengan pengendalian diri merupakan rahasia dan tujuan paling agung dari ibadah puasa) menunjukkan betapa pentingnya menjaga kesucian batin selama Ramadan. Konsumsi konten dewasa jelas bertentangan dengan prinsip pengendalian diri ini. Oleh karena itu, menghindari konten pornografi bukan hanya dianjurkan selama Ramadan, tetapi juga sepanjang tahun untuk menjaga kesucian diri dan mendekatkan diri pada Allah SWT. Wallahu a'lam.