Sengketa Kepulauan di Jawa Timur: DPRD Minta Pemerintah Provinsi Aktif Kawal Batas Wilayah Trenggalek dan Tulungagung

Polemik Batas Wilayah 13 Pulau di Jawa Timur Mencuat

Sengketa batas wilayah yang melibatkan 13 pulau di perairan selatan Jawa Timur, antara Kabupaten Trenggalek dan Tulungagung, menjadi sorotan tajam. Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Deni Wicaksono, dengan tegas mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) untuk tidak lepas tangan dalam menyelesaikan permasalahan ini. Menurutnya, hal ini menyangkut kredibilitas tata kelola wilayah yang harus dipertahankan.

"Pemprov memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga kredibilitas tata kelola wilayah. Jika sebelumnya telah disepakati bahwa pulau-pulau tersebut masuk wilayah Trenggalek, maka Pemprov harus aktif mengawal keputusan tersebut," ujar Deni saat ditemui di Kantor DPRD Jatim.

Deni juga mempertanyakan dasar keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Kepmendagri Nomor 300 Tahun 2025, yang menetapkan 13 pulau tersebut sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Tulungagung. Padahal, data dan fakta historis menunjukkan bahwa wilayah tersebut selama ini merupakan bagian integral dari Kabupaten Trenggalek. Ia menyoroti adanya perubahan sepihak yang dinilai mencederai kesepakatan yang telah dibangun sebelumnya melalui berbagai forum lintas lembaga.

"Kami meminta Kemendagri untuk membuka ruang klarifikasi dan mengevaluasi kembali keputusan tersebut berdasarkan data faktual yang ada, bukan hanya sekadar berlandaskan dokumen administratif semata," tegasnya.

Kesepakatan Awal dan Perubahan Kontroversial

Deni menjelaskan bahwa pada rapat resmi yang diselenggarakan di Gedung Direktorat Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri pada 11 Desember 2024, telah dicapai kesepakatan bahwa 13 pulau tersebut merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Trenggalek. Rapat tersebut dihadiri oleh berbagai lembaga penting, termasuk perwakilan dari Kemendagri, Badan Informasi Geospasial (BIG), Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Pemprov Jatim.

"Sudah ada Berita Acara Kesepakatan yang secara jelas dan resmi menyatakan bahwa 13 pulau tersebut masuk wilayah Trenggalek. Lalu, mengapa Kepmendagri terbaru justru mengubah statusnya menjadi bagian dari Tulungagung? Apa yang sebenarnya terjadi di balik semua ini?" tanya Deni dengan nada heran.

Secara historis dan administratif, pulau-pulau tersebut telah lama menjadi bagian dari wilayah Trenggalek. Hal ini diperkuat oleh berbagai regulasi, seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jatim dan RTRW Kabupaten Trenggalek, yang sejak awal mencantumkan keberadaan pulau-pulau tersebut sebagai bagian dari wilayah Trenggalek.

Dugaan Potensi Sumber Daya Alam dan Rebutan Kepentingan

Lebih lanjut, Deni mengungkapkan adanya indikasi potensi sumber daya alam yang signifikan di wilayah sengketa tersebut. Beberapa laporan mengindikasikan kemungkinan adanya kandungan minyak dan gas bumi di sekitar pulau-pulau tersebut. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa ada faktor lain di balik keputusan pemindahan wilayah administratif pulau-pulau tersebut.

"Jika benar ada indikasi potensi migas, jangan sampai sengketa ini menjadi ajang rebutan kepentingan terselubung yang melukai rasa keadilan masyarakat. Ini bukan hanya soal perebutan kekuasaan, tetapi soal siapa yang sebenarnya berhak atas wilayah tersebut," tegasnya.

Ia juga menyoroti bahwa posisi pulau-pulau tersebut lebih dekat dengan garis pantai Trenggalek dan selama ini berada dalam jangkauan operasional Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) dan Polisi Air dan Udara (Polairud) wilayah Trenggalek. Hal ini menunjukkan bahwa secara praktis dan strategis, Trenggalek telah lama mengelola dan mengawasi wilayah tersebut.

Desakan Revisi Keputusan dan Penyelesaian yang Adil

Deni mendesak agar Kemendagri segera merevisi keputusan tersebut. Ia merujuk pada Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang memberikan ruang bagi perubahan keputusan pejabat tata usaha negara jika ditemukan kekeliruan atau ketidaksesuaian data.

"Pemerintah pusat harus berani mengoreksi jika memang ada kekeliruan. Masalah ini berpotensi menjadi sumber konflik di masa depan jika dibiarkan berlarut-larut," ujarnya.

Ia mencontohkan penyelesaian cepat yang pernah dilakukan pemerintah pusat dalam konflik batas wilayah antara Aceh dan Sumatera Utara. Menurutnya, preseden tersebut menunjukkan bahwa persoalan seperti ini dapat diselesaikan secara adil jika ada kemauan politik yang kuat.

"Jika Aceh dapat memperoleh kembali hak atas pulau-pulaunya melalui revisi keputusan Kemendagri dan keputusan presiden, maka Trenggalek pun layak diperlakukan setara. DPRD Jatim akan terus mengawal permasalahan ini hingga tuntas," pungkasnya.

  • Daftar regulasi yang terkait sengketa:
  • Kepmendagri Nomor 300 Tahun 2025
  • UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
  • Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jatim
  • RTRW Kabupaten Trenggalek