Pulau Batang Pele Raja Ampat: Hutan Lindung Terancam Eksploitasi Nikel

Pulau Batang Pele, sebuah permata kecil di jantung Raja Ampat, Papua Barat Daya, menyimpan pesona alam yang luar biasa sekaligus menghadapi ancaman serius. Pulau seluas sekitar 2.000 hektare atau 20 kilometer persegi ini bukan hanya kaya akan keindahan bawah laut yang menjadi ciri khas Raja Ampat, tetapi juga memiliki hutan lindung yang menjadi rumah bagi berbagai spesies flora endemik dan dilindungi.

Hampir separuh wilayah Batang Pele ditetapkan sebagai hutan lindung, sebuah kawasan konservasi penting di tengah gugusan pulau Raja Ampat. Hutan ini menjadi habitat bagi tumbuhan unik, termasuk pohon pelangi (Eucalyptus deglupta) yang terkenal dengan kulit batangnya yang berwarna-warni seperti lukisan alam. Selain itu, terdapat pula pohon trembesi (Samanea saman) yang dikenal sebagai penyerap karbon dioksida (CO2) yang sangat efektif, serta pohon parijoto yang mempesona dengan buah merah ungunya yang kontras dengan dedaunan hijau.

Tak ketinggalan, cantigi gunung (Vaccinium varingiafolium), tumbuhan kokoh yang tumbuh di dataran tinggi, turut menghiasi lanskap hutan Batang Pele. Akarnya yang kuat sering menjadi tumpuan bagi para pendaki yang melintasi medan terjal. Keberadaan flora-flora ini menjadikan Batang Pele sebagai bagian penting dari keanekaragaman hayati Raja Ampat.

Namun, kekayaan alam Batang Pele tidak hanya terbatas pada permukaan tanah. Di dalam perut bumi pulau ini terkandung potensi nikel yang cukup signifikan. Data dari GeoRIMA ESDM menunjukkan adanya deposit bijih nikel terukur sebesar 5.378.000 ton, dengan kandungan logam terukur mencapai 52.327,94 ton. Hal ini membuka peluang eksploitasi tambang yang mengancam kelestarian hutan lindung dan ekosistem pulau secara keseluruhan.

PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) sempat memegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk melakukan kegiatan pertambangan di Batang Pele. Padahal, sebagai pulau kecil dengan status hutan lindung, Batang Pele seharusnya dilindungi dari segala bentuk eksploitasi yang merusak lingkungan. Meskipun pemerintah telah mencabut IUP tersebut, ancaman pertambangan tetap menghantui kelestarian alam Raja Ampat.

Kondisi ini menuntut perhatian dan pengawasan dari seluruh pihak, terutama masyarakat, untuk memastikan Batang Pele benar-benar terlindungi dari kepentingan ekonomi jangka pendek yang mengabaikan keberlanjutan lingkungan. Upaya konservasi yang berkelanjutan dan pengelolaan sumber daya alam yang bertanggung jawab menjadi kunci untuk menjaga keindahan dan keanekaragaman hayati Batang Pele, serta memastikan manfaatnya dapat dinikmati oleh generasi mendatang.

Berikut adalah daftar flora yang terdapat di hutan lindung Batang Pele:

  • Pohon pelangi (Eucalyptus deglupta)
  • Pohon trembesi (Samanea saman)
  • Pohon parijoto
  • Cantigi gunung (Vaccinium varingiafolium)