Praktik Pungutan Liar Resahkan Dokter Muda di Program Spesialis Anestesiologi Undip

Kasus dugaan perundungan dan pemerasan yang menimpa dokter Aulia Risma Lestari, seorang peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), mengungkap praktik pungutan liar yang meresahkan para dokter muda. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Semarang, terungkap bahwa mahasiswa PPDS Anestesi Undip diwajibkan membayar iuran bulanan sebesar Rp 20 juta. Dana ini, menurut keterangan saksi, digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk biaya pendidikan angkatan, konsumsi, dan penggandaan tugas-tugas senior.

Saksi dokter Herdaru, rekan satu angkatan almarhumah Aulia Risma, menjelaskan bahwa iuran tersebut dibayarkan secara rutin, bahkan bisa mencapai dua hingga tiga kali dalam sebulan. Total dana yang terkumpul dari iuran ini bisa mencapai Rp 200 juta per bulan, yang diperuntukkan bagi pembayaran di semester pertama. Iuran ini bersifat ilegal karena berada di luar Biaya Operasional Pendidikan (BOP) resmi yang mencapai Rp 80 juta per mahasiswa. Praktik pungutan liar ini menjadi sorotan tajam karena membebani para peserta PPDS dengan biaya yang tidak resmi dan tidak memiliki dasar hukum yang jelas.

Praktik pungutan Biaya Operasional Pendidikan (BOP) ilegal di lingkungan PPDS Anestesi Undip ternyata telah berlangsung lama. Saksi Andriani Widya Ayu Kartika, residen angkatan 69 tahun 2018 yang juga pernah menjabat sebagai bendahara residen, mengungkapkan bahwa sistem BOP ini telah menjadi tradisi turun-temurun. Konsekuensi bagi mahasiswa yang tidak membayar BOP pun tidak main-main, yaitu larangan mengikuti ujian. Ironisnya, meskipun BOP ini disebut sebagai hasil kesepakatan antar residen dan diketahui oleh kepala program studi (kaprodi), tidak ada surat resmi dari fakultas atau universitas yang melegalkan sistem tersebut.

Kasus ini mencuat ke publik setelah meninggalnya dokter Aulia Risma Lestari, yang diduga menjadi korban perundungan dan pemerasan selama menjalani pendidikan di PPDS FK Undip. Insiden ini mendorong Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk menghentikan sementara kegiatan praktik PPDS Anestesi di RSUP Dr. Kariadi, Semarang. Pihak FK Undip dan RSUP Kariadi mengakui adanya perundungan yang dialami korban. Ibunda korban, Nuzmatun Malinah, telah melaporkan sejumlah senior ke Polda Jawa Tengah. Dalam proses hukum yang sedang berjalan, tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu mantan Kaprodi PPDS Anestesiologi Taufik Eko Nugroho (TEN), staf administrasi PPDS Sri Maryani (SM), dan Zara Yupita Azra (ZYA), seorang dokter senior yang juga menjadi terdakwa dalam sidang perdana kasus ini.

Berikut adalah beberapa poin penting terkait kasus ini:

  • Iuran ilegal sebesar Rp 20 juta per bulan yang dibebankan kepada mahasiswa PPDS Anestesi Undip.
  • Penggunaan dana iuran untuk biaya pendidikan angkatan, konsumsi, dan tugas senior.
  • Praktik pungutan BOP ilegal yang telah berlangsung lama dan tidak memiliki dasar hukum.
  • Konsekuensi berat bagi mahasiswa yang tidak membayar BOP, yaitu larangan mengikuti ujian.
  • Meninggalnya dokter Aulia Risma Lestari yang memicu pengungkapan kasus perundungan dan pemerasan.
  • Penetapan tiga tersangka dalam kasus ini, termasuk mantan Kaprodi PPDS Anestesiologi dan dokter senior.