Korupsi Proyek Pasar Bungur: Pejabat Dinas Perindag Tebo Diduga Terlibat Penggelembungan Dana

Kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan Pasar Tanjung Bungur di Kelurahan Muara Tebo, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi, tahun anggaran 2023 memasuki babak baru. Kejaksaan Tinggi Jambi telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dan melakukan penahanan. Salah satu yang menjadi sorotan adalah peran NH, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Tebo.

Selain NH, enam tersangka lain yang juga ditahan adalah ES dan DUS yang merupakan penyedia jasa, HM dan RS selaku pelaksana proyek, PS sebagai konsultan perencana, dan HY sebagai konsultan pengawas. Penetapan tersangka ini merupakan tindak lanjut dari informasi yang dikumpulkan oleh Tim Intelijen dan Tim Jaksa Penyidik Kejaksaan Negeri Tebo.

Dana yang dialokasikan untuk pembangunan Pasar Tanjung Bungur ini mengalami beberapa kali penyesuaian. Awalnya dianggarkan sebesar Rp 5 miliar, kemudian turun menjadi Rp 3 miliar, dan terakhir ditetapkan sebesar Rp 2,73 miliar. Dana tersebut bersumber dari anggaran Kementerian terkait.

Modus korupsi yang terungkap melibatkan beberapa tindakan yang merugikan keuangan negara. NH dan ES diduga kuat telah menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang tidak akurat dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Bersama dengan PS, mereka diduga melakukan praktik mark up harga, sehingga harga barang dan jasa yang digunakan dalam proyek tersebut menjadi lebih mahal dari harga seharusnya.

Praktik mark up ini diduga menguntungkan tiga tersangka lainnya, yaitu DUS, HM, dan RS. Selain itu, NH bersama dengan ES, HM, RS, dan HY juga diduga melakukan rekayasa terhadap progres pembangunan pasar. Tujuannya adalah untuk memuluskan pencairan dana proyek, meskipun pekerjaan di lapangan tidak sesuai dengan yang dilaporkan.

Berdasarkan hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jambi, kerugian negara akibat korupsi dalam proyek ini mencapai Rp 1.061.233.105,09. Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan pejabat daerah dan merugikan keuangan negara dalam jumlah yang signifikan. Proses hukum akan terus berlanjut untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dan memastikan pertanggungjawaban atas tindakan korupsi yang telah dilakukan.