Marcella Santoso Sanggah Keterlibatan dalam Pembuatan Konten Kontroversial RUU TNI dan 'Indonesia Gelap'

Marcella Santoso, yang saat ini menjadi tersangka dalam kasus dugaan menghalangi proses hukum terkait ekspor crude palm oil (CPO), timah, serta impor gula, dengan tegas membantah keterlibatannya dalam pembuatan dan penyebaran konten negatif yang berkaitan dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI dan isu 'Indonesia Gelap'. Penegasan ini disampaikan usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Rabu (18/6/2025).

"Saya tidak membuat konten apapun terkait RUU TNI maupun 'Indonesia Gelap'," ujar Marcella kepada awak media. Ia bersikukuh bahwa dirinya tidak bertanggung jawab atas konten-konten yang beredar luas dan dikaitkan dengan dirinya.

Meskipun demikian, Marcella enggan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai detail pemeriksaannya. Ia juga menolak menjawab pertanyaan terkait kemungkinan adanya permintaan atau tekanan dari pihak lain, termasuk penyidik, untuk membuat konten-konten tersebut.

Sebelumnya, dalam sebuah konferensi pers pada Selasa (17/6/2025), penyidik sempat memutar video permintaan maaf dari Marcella. Dalam video tersebut, Marcella menyebutkan adanya isu mengenai pemerintahan Presiden Prabowo, termasuk petisi RUU TNI dan 'Indonesia Gelap'. Namun, konten yang dimaksud tidak diperlihatkan secara detail dalam konferensi pers tersebut.

Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa penyidik tidak dapat menyelidiki lebih dalam terkait konten-konten dari institusi lain. Namun, karena dalam barang bukti elektronik milik para tersangka terdapat percakapan mengenai RUU TNI dan 'Indonesia Gelap', penyidik merasa perlu untuk menanyakan hal tersebut kepada Marcella.

"Kami tidak masuk ke wilayah institusi lain. Namun, karena ada di barang bukti elektronik, kami tanyakan maksud dia membuat konten 'Indonesia Gelap', konten negatif. Apa kaitannya dengan RUU TNI? Kami tidak tahu, yang tahu hanya mereka yang bersangkutan," kata Qohar.

Dalam video pernyataan yang sama, Marcella juga meminta maaf atas pembuatan konten dan narasi negatif yang menyasar institusi Kejaksaan Agung dan para pimpinannya. Konten tersebut dinilai menyerang kehidupan pribadi para pimpinan Kejaksaan Agung dan tidak terkait dengan kasus yang sedang ditangani Marcella sebagai kuasa hukum.

"Narasi negatif tersebut dibuat dengan maksud dan tujuan untuk menggagalkan penyidikan dan penuntutan. Tujuannya adalah untuk membentuk opini publik dan opini di masyarakat, serta di kalangan hakim, bahwa apa yang dilakukan oleh penyidik adalah tidak benar," jelas Qohar.

Kejaksaan Agung sendiri telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan perintangan penyidikan ini. Para tersangka diduga membuat konten-konten negatif untuk menjatuhkan citra Kejaksaan Agung, dengan tujuan menghalangi penanganan perkara oleh lembaga tersebut.

  • Adhiya, yang diduga memimpin 150 buzzer, disangka menerima Rp 864,5 juta dari Marcella Santoso untuk menyebarkan konten negatif tentang Kejaksaan Agung.
  • Tian Bahtiar diduga menerima Rp 487 juta dari Marcella dan Junaedi untuk menyebarkan konten-konten negatif tentang Kejaksaan Agung.
  • Marcella dan Junaedi diduga menyelenggarakan seminar dan unjuk rasa yang bernada negatif terhadap Kejaksaan Agung, dengan tujuan agar diliput dan diberitakan oleh Tian.