Sorotan Dunia terhadap Ancaman Pertambangan di Raja Ampat: Keanekaragaman Hayati Terancam

Raja Ampat, surga bahari yang terkenal dengan keanekaragaman hayatinya yang luar biasa, kini menjadi sorotan dunia akibat isu pertambangan yang mengancam kelestariannya. Tidak hanya menjadi perhatian nasional, para wisatawan mancanegara, peneliti, LSM internasional, dan media asing turut menyuarakan keprihatinan mendalam terhadap kondisi Raja Ampat.

Media internasional terkemuka seperti BBC bahkan menjuluki Raja Ampat sebagai "Laut Amazon", sebuah julukan yang mencerminkan betapa pentingnya wilayah ini sebagai pusat keanekaragaman hayati laut. Analogi ini menempatkan Raja Ampat setara dengan hutan hujan Amazon yang kaya akan keanekaragaman hayati dan berperan vital sebagai paru-paru dunia. Namun, keindahan dan kekayaan alam Raja Ampat kini terancam oleh aktivitas pertambangan yang merusak lingkungan.

LSM internasional Global Witness menyoroti peningkatan kebutuhan bahan baku baterai kendaraan listrik dan baja tahan karat sebagai salah satu penyebab maraknya pertambangan nikel yang merusak lingkungan. Mereka mengungkapkan bahwa penggunaan lahan untuk pertambangan di beberapa pulau kecil di Raja Ampat telah meningkat secara signifikan antara tahun 2020 dan 2024.

Keputusan pemerintah Indonesia untuk mencabut izin usaha pertambangan (IUP) empat perusahaan tambang di Raja Ampat mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Namun, kekhawatiran tetap muncul karena satu perusahaan, PT Gag Nikel, masih diizinkan beroperasi di Pulau Gag, sebuah pulau kecil yang seharusnya dilindungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 dan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2023. Pulau Gag merupakan bagian dari Kawasan Strategis Nasional (KSN) Konservasi Keanekaragaman Hayati Raja Ampat.

Ahli konservasi terumbu karang dan ahli ekologi, Mark Erdmann, menyambut baik pencabutan izin pertambangan tersebut, meskipun belum sepenuhnya. Ia menekankan bahwa Raja Ampat adalah pusat keanekaragaman hayati laut global dan suara masyarakat Indonesia-lah yang membuat pemerintah bertindak. Erdmann, yang telah bekerja di Raja Ampat selama lebih dari dua dekade, turut mendirikan jaringan kawasan lindung laut dan proyek pemulihan hiu di wilayah tersebut.

Isu pertambangan di Raja Ampat juga mendapat perhatian luas dari media asing. Independent menyoroti status Raja Ampat sebagai Taman Geopark Global UNESCO, yang mengakui nilai geologis penting dan perlindungan wilayah ini. Associated Press (AP) dan AFP juga melaporkan tentang pencabutan IUP dan menyoroti kontras antara keindahan Raja Ampat dan kekayaan nikel yang menjadi incaran industri.

Kontroversi ekologi di Raja Ampat mencerminkan dilema global antara kebutuhan akan logam untuk teknologi hijau dan dampak negatif pertambangan terhadap lingkungan. Indonesia, sebagai salah satu produsen nikel terbesar di dunia, menghadapi tantangan untuk menyeimbangkan pembangunan ekonomi dengan perlindungan lingkungan dan keanekaragaman hayati yang tak ternilai harganya.