Ironi Air Terjun Pengempu: Viral di Media Sosial, Terkubur Sampah di Dunia Nyata
Bali, yang dikenal sebagai Pulau Dewata, terus menarik wisatawan dari seluruh dunia dengan lanskapnya yang memukau dan budayanya yang kaya. Namun, di balik citra surga tropis yang dipromosikan di media sosial, terdapat realitas yang kurang menggembirakan. Kasus terbaru menyoroti kontradiksi ini, dengan sebuah air terjun populer yang dulunya dianggap sebagai permata tersembunyi, kini berjuang melawan masalah sampah yang menggunung.
Pengalaman pahit ini dibagikan oleh Dale Philip, seorang vlogger asal Skotlandia. Philip mengungkapkan kekecewaannya setelah mengunjungi Air Terjun Pengempu, sebuah lokasi yang sebelumnya ia kagumi melalui foto-foto indah yang beredar luas di platform media sosial. Alih-alih menemukan surga tersembunyi seperti yang diharapkan, ia justru mendapati pemandangan yang kontras: air terjun yang dipenuhi sampah.
"Saya melihat tempat ini tampak luar biasa di banyak foto Instagram yang mencolok dan glamor. Saat saya sendiri sampai di sana, saya menemukan bahwa tempat itu dipenuhi sampah," tulisnya.
Dalam video yang diunggah ke TikTok, Philip menunjukkan secara gamblang kondisi Air Terjun Pengempu yang memprihatinkan. Tumpukan sampah plastik terlihat jelas di sekitar area air terjun, mencoreng keindahan alam yang seharusnya dinikmati. Philip mengungkapkan keterkejutannya dan menyayangkan kondisi tersebut, yang menurutnya tidak akan pernah terlihat dalam foto-foto yang diunggah di media sosial.
Ia juga mempertimbangkan untuk berenang di air terjun tersebut. Namun, niatnya urung karena kondisi air yang kotor dan banyaknya sampah. Ia khawatir air yang tercemar dapat membahayakan kesehatannya.
"Tetapi, airnya tidak bersih, apalagi dengan banyaknya sampah dan sebagainya, mungkin tidak aman sama sekali untuk berenang di air tersebut. Saya cukup yakin itu akan membuat saya sakit," katanya.
Philip mencoba bersikap positif dengan menduga bahwa sampah tersebut berasal dari hulu sungai dan terbawa arus hingga ke air terjun. Ia juga menyarankan agar pengelola setempat memberlakukan biaya masuk yang terjangkau, misalnya Rp 10.000, untuk membiayai upaya pembersihan dan pengelolaan sampah secara rutin.
Kasus Air Terjun Pengempu ini menyoroti masalah yang lebih besar, yaitu tantangan pengelolaan sampah di destinasi wisata populer seperti Bali. Profesor Joseph Cheer dari Western Sydney University menekankan bahwa peningkatan jumlah wisatawan berkontribusi pada peningkatan volume sampah plastik sekali pakai. Ia juga menyoroti kurangnya infrastruktur pengelolaan sampah yang memadai sebagai akar masalahnya.
Profesor Cheer, yang juga aktif di Forum Ekonomi Dunia untuk Masa Depan Pariwisata Berkelanjutan, menyebut video Philip sebagai pengingat bagi para wisatawan tentang keterbatasan Bali dalam mendaur ulang dan menangani sampah plastik dalam jumlah besar. Ia mendorong para wisatawan untuk lebih bertanggung jawab dalam mengonsumsi barang-barang selama berlibur dan mempertimbangkan dampak lingkungan dari setiap tindakan mereka.
"Pertanyaannya adalah, ketika Anda pergi ke pulau-pulau ini, bagaimana Anda bisa mengubah perilaku Anda sebagai turis untuk memastikan bahwa Anda tidak menambah masalah? Pertimbangkan konsumsi Anda terhadap sesuatu dan bagaimana hal ini menambah tantangan yang dihadapi komunitas pulau kecil seperti itu," kata dia.
Profesor Cheer mengusulkan agar pemerintah Indonesia mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi masalah sampah plastik, seperti menyediakan fasilitas pengisian ulang air minum gratis bagi wisatawan. Hal ini dapat mengurangi penggunaan botol plastik sekali pakai dan mendorong perilaku yang lebih berkelanjutan.
Kisah Air Terjun Pengempu menjadi peringatan bagi kita semua tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, terutama di destinasi wisata yang mengandalkan keindahan alam sebagai daya tarik utama. Citra yang dipoles di media sosial seringkali tidak mencerminkan realitas di lapangan, dan sebagai wisatawan yang bertanggung jawab, kita perlu berkontribusi pada upaya pelestarian lingkungan agar keindahan alam tersebut dapat dinikmati oleh generasi mendatang.