Polisi Tuban Ungkap Jaringan Komunitas Gay Online dengan Ribuan Anggota

Kepolisian Resor (Polres) Tuban berhasil mengamankan dua pria yang diduga terlibat aktif dalam sebuah grup media sosial yang mewadahi komunitas gay di wilayah Tuban, Jawa Timur. Penangkapan ini merupakan tindak lanjut dari penanganan kasus serupa yang melibatkan grup Facebook komunitas gay di wilayah Lamongan, Tuban, dan Bojonegoro oleh Polda Jawa Timur.

Kasat Reskrim Polres Tuban, AKP Dimas Robin Alexander menjelaskan bahwa kedua pria yang diamankan berinisial J (45) dan AJ (30). Keduanya diketahui sebagai anggota aktif dalam grup media sosial komunitas pria penyuka sesama jenis yang beroperasi di wilayah Tuban dan sekitarnya, termasuk jaringan komunitas yang lebih luas mencakup Tuban, Lamongan, dan Bojonegoro. Penyelidikan bermula ketika petugas menemukan sebuah grup media sosial di Tuban dengan ribuan anggota. Grup tersebut, yang diketahui telah aktif sejak tahun 2010, terindikasi memiliki anggota yang secara terbuka mengunggah konten yang dianggap menyimpang.

"Kedua orang yang kami amankan adalah anggota aktif dalam grup yang telah ada sejak 2010, dengan jumlah anggota mencapai seribu akun," ujar AKP Dimas Robin Alexander.

Dalam penangkapan tersebut, petugas berhasil mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk:

  • Gambar percakapan yang mengandung konten penyimpangan dari akun media sosial kedua tersangka.
  • Sejumlah alat bantu seks.
  • Dua gambar yang menampilkan orang berseragam polisi dan anak sekolah, yang diduga digunakan sebagai bahan fantasi seksual.

Saat ini, pihak kepolisian masih terus melakukan pengembangan penyelidikan untuk mengidentifikasi administrator dan pembuat grup media sosial tersebut, serta mengungkap anggota aktif lainnya. Langkah ini diambil untuk menindaklanjuti penyebaran konten yang dianggap melanggar norma dan hukum yang berlaku.

"Kami terus melakukan pengembangan untuk mengungkap pengguna aktif lainnya dan mencari tahu siapa yang membuat grup ini," imbuh AKP Dimas Robin Alexander.

Kedua tersangka akan dijerat dengan Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2024 tentang Pornografi. Ancaman hukuman bagi pelanggaran kedua undang-undang ini adalah maksimal 6 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp 1 miliar.