Aceh Tegaskan Hak Kelola Empat Pulau yang Sempat Jadi Sengketa
Provinsi Aceh kini mantap mengelola empat pulau yang sebelumnya menjadi sumber sengketa wilayah dengan Sumatera Utara. Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, atau yang lebih dikenal dengan sapaan Mualem, secara tegas menyatakan bahwa tidak ada opsi pengelolaan bersama dengan provinsi lain terkait pulau-pulau tersebut.
Pernyataan ini disampaikan Mualem kepada awak media di Bandara Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, pada hari Rabu. Ia menepis segala kemungkinan kolaborasi dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam pengelolaan sumber daya alam di pulau-pulau tersebut.
"Tidak ada istilah bersama. Itu hak kita, kepunyaan kita," ujarnya dengan nada mantap.
Mualem menjelaskan bahwa Pemerintah Aceh akan segera mengambil alih pengelolaan potensi sumber daya alam yang terkandung di keempat pulau tersebut. Ia menegaskan bahwa segala kekayaan alam yang ada di pulau-pulau itu, termasuk minyak dan gas (migas), serta hasil bumi lainnya akan dikelola sepenuhnya oleh Aceh untuk kemakmuran masyarakat.
"Sudah milik kita, sudah hak kita, sudah kembali kepada kita, ya kitalah kelola untuk ke depan. Apa yang ada di pulau tersebut, semuanya, baik migas, rumput, kelapa, biawak, kita kelola semua," jelasnya.
Lebih lanjut, Mualem mengungkapkan bahwa keempat pulau tersebut kini menarik perhatian banyak pihak dari luar, termasuk investor dari Timur Tengah. Ia menyatakan bahwa Pemerintah Aceh akan mempertimbangkan berbagai opsi pengelolaan yang terbaik, dengan prioritas pada kesejahteraan masyarakat Aceh.
"Soal pengelolaan, kita lihat nanti. Yang jelas pulau itu banyak peminat, terutama sekali dari Timur Tengah," kata Mualem.
Gubernur Aceh tersebut juga menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dalam upaya pengembalian keempat pulau tersebut ke wilayah Aceh. Ia berharap agar Aceh tetap aman dan damai dalam mengelola sumber daya alamnya.
Adapun keempat pulau yang dimaksud adalah Pulau Panjang, Pulau Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek. Sengketa administratif atas pulau-pulau ini bermula dari tumpang tindih peta wilayah antara Aceh dan Sumatera Utara. Isu ini mencuat ke publik setelah Kementerian Dalam Negeri sempat mengalihkan status administratif keempat pulau tersebut ke Sumatera Utara, memicu kekhawatiran akan potensi ketegangan antar wilayah.
Pemerintah Aceh berargumen bahwa pulau-pulau tersebut secara historis dan adat merupakan bagian dari wilayah Aceh, dengan didukung oleh berbagai bukti. Setelah melalui proses diplomasi dan mediasi yang panjang, akhirnya Presiden Prabowo Subianto memutuskan bahwa keempat pulau tersebut kembali menjadi bagian dari wilayah administratif Provinsi Aceh.
Keputusan ini disambut gembira oleh Pemerintah dan masyarakat Aceh. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengumumkan secara resmi keputusan tersebut di Istana Kepresidenan Jakarta, pada hari Selasa, yang menegaskan bahwa secara administratif, berdasarkan dokumen pemerintah, keempat pulau tersebut masuk wilayah administratif Provinsi Aceh.