Inalum Membidik IPO pada 2027: Strategi dan Tantangan untuk Meraih Valuasi Optimal

PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), perusahaan BUMN yang bergerak di sektor pertambangan aluminium, tengah mempersiapkan diri untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering (IPO). Rencana ambisius ini ditargetkan terlaksana pada tahun 2027 mendatang.

Direktur Utama Inalum, Melati Sarnita, mengungkapkan bahwa proses menuju IPO membutuhkan persiapan matang dan terencana. Menurutnya, pembentukan equity story yang kuat menjadi kunci utama untuk menarik minat investor dan memaksimalkan valuasi perusahaan sebelum IPO dilaksanakan.

"Kami tidak ingin IPO sekadar menjadi ajang formalitas. Tujuan kami adalah mencapai valuasi yang optimal agar IPO benar-benar menarik bagi investor," ujar Melati saat ditemui di Jakarta, Rabu (18/6/2025). Ia menambahkan bahwa Inalum juga memiliki opsi lain untuk menghimpun dana, seperti penerbitan obligasi global atau project financing, sebagai alternatif pendanaan.

Meski demikian, Melati menegaskan bahwa IPO tetap menjadi prioritas dalam rencana jangka panjang perusahaan. Dengan menjadi perusahaan terbuka, Inalum diharapkan dapat meningkatkan tata kelola perusahaan, transparansi, dan menarik investor untuk mendukung proyek-proyek strategis di masa depan.

"Rencana IPO selalu menjadi bagian dari program kami, dan targetnya adalah pada akhir tahun 2027," ungkapnya.

Lebih lanjut, Melati mengakui bahwa valuasi Inalum saat ini masih tergolong kecil. Namun, ia meyakinkan bahwa neraca keuangan perusahaan sangat solid. Inalum berupaya keras untuk meningkatkan pertumbuhan perusahaan, yang membutuhkan dukungan pembiayaan yang signifikan. Sebagai contoh, untuk menyelesaikan proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat, Inalum membutuhkan investasi sebesar US$ 4,4 miliar dalam lima tahun ke depan.

"Target kami untuk proyek SGAR adalah 30% ekuitas dan 70% utang. Sementara untuk proyek smelter, mengingat skalanya yang besar, kami memperkirakan komposisi pendanaan akan menjadi 40% ekuitas dan 60% utang," jelas Melati.

Menanggapi potensi investasi dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), Melati menyatakan bahwa proses diskusi masih berlangsung. Ia menjelaskan bahwa Danantara dapat berinvestasi dalam bentuk ekuitas, yaitu dengan menyuntikkan modal ke proyek-proyek atau langsung ke Inalum, atau dalam bentuk non-ekuitas melalui project financing.

Melati belum dapat memberikan kepastian kapan Danantara akan berinvestasi di Inalum atau proyek-proyeknya. Namun, berdasarkan target Danantara, mereka berencana untuk berinvestasi pada dua proyek Inalum pada tahun ini, seiring dengan rencana Final Investment Decision (FID).

"Sesuai target mereka, jika ada dua proyek yang akan didanai, maka realisasinya akan terjadi tahun ini, karena kami menargetkan FID tahun ini. Salah satu syarat utama untuk FID adalah kejelasan sumber pendanaan," pungkas Melati.