Sorotan pada Wilmar Group: Dari Kasus Korupsi CPO hingga Dominasi Industri Sawit Global
Grup Wilmar, sebuah nama yang kerap menjadi perbincangan, baru-baru ini kembali menjadi sorotan publik. Hal ini terkait dengan keterlibatan lima anak perusahaannya dalam kasus dugaan korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita aset senilai Rp 11,8 triliun dari Wilmar Group sebagai bagian dari investigasi kasus korupsi tersebut. Simbolis dari penyitaan ini adalah uang tunai sebesar Rp 2 triliun yang dipamerkan di Gedung Bundar Jampidsus. Dalam kasus korupsi CPO tersebut, PT Wilmar Group dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619.
Awal mula kasus ini adalah dugaan korupsi dalam penerbitan izin ekspor kepada eksportir yang seharusnya tidak memenuhi syarat Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO). Namun, Majelis Hakim menyatakan bahwa perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana, sehingga para terdakwa dibebaskan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Kasus ini kemudian berkembang ketika terungkap bahwa majelis hakim yang menangani perkara kasasi sebelumnya diduga menerima suap dari Wilmar. Di Indonesia, Wilmar Group mengendalikan bisnis sawit dari hulu hingga hilir melalui PT Wilmar Nabati Indonesia.
PT Wilmar Nabati Indonesia, anak usaha dari Grup Wilmar, menduduki peringkat pertama sebagai perusahaan dengan kontribusi DMO terbesar di Indonesia. Artinya, perusahaan ini merupakan salah satu pengekspor CPO terbesar dari Indonesia.
Berdiri sejak tahun 1989 dengan nama Bukit Kapur Reksa (BKR), perusahaan yang berbasis di Dumai ini fokus pada produksi minyak goreng. Lokasi Dumai dipilih karena kedekatannya dengan perkebunan kelapa sawit Grup Wilmar yang tersebar di Provinsi Riau. Wilmar Nabati Indonesia juga memiliki dermaga besar di kota tersebut, yang mendukung kegiatan produksi dan distribusi perusahaan.
Induk perusahaan, Wilmar International, dikenal sebagai produsen sawit terbesar di dunia, dengan perkebunan yang tersebar di Indonesia dan Malaysia. Meskipun berkontribusi besar terhadap DMO minyak sawit di Indonesia, mencapai 99,26 juta liter, Wilmar International memilih untuk terdaftar di Bursa Efek Singapura (SGX).
Wilmar International Ltd terdaftar di SGX sejak 20 Juli 2000. Perusahaan ini berkantor pusat di Singapura. Menurut laman resmi SGX, Wilmar International merupakan grup agribisnis terkemuka di Asia yang didirikan pada tahun 1991.
Sebagai salah satu perusahaan tercatat terbesar berdasarkan kapitalisasi pasar di SGX, Wilmar International menerapkan model agribisnis terpadu yang mencakup seluruh rantai nilai bisnis komoditas pertanian. Mulai dari budidaya dan penggilingan minyak kelapa sawit dan tebu, hingga pemrosesan, pemberian merek, dan distribusi berbagai macam produk makanan siap saji dalam kemasan konsumen, sedang, dan curah, pakan ternak, dan produk pertanian industri seperti oleokimia dan biodiesel.
Wilmar memiliki lebih dari 500 pabrik manufaktur dan jaringan distribusi yang luas yang mencakup China, India, Indonesia, dan sekitar 50 negara dan kawasan lainnya. Dengan skala, integrasi, dan keunggulan logistik, Wilmar mampu memaksimalkan margin di setiap langkah rantai pasok, menciptakan sinergi operasional dan efisiensi biaya. Didukung oleh tenaga kerja multinasional sekitar 100.000 orang, Wilmar menerapkan prinsip keberlanjutan dalam operasi global, rantai pasokan, dan masyarakatnya.
Wilmar International sendiri memiliki visi yang luas, yaitu menjadi pemimpin agribisnis global yang bertanggung jawab dan berkelanjutan. Hal ini tercermin dalam berbagai inisiatif keberlanjutan yang diterapkan perusahaan, seperti:
- Pengembangan dan penerapan praktik pertanian berkelanjutan.
- Konservasi hutan dan lahan gambut.
- Pemberdayaan masyarakat lokal.
- Pengurangan emisi gas rumah kaca.
Dengan fokus pada keberlanjutan dan efisiensi, Wilmar terus berupaya untuk memperkuat posisinya sebagai pemimpin dalam industri agribisnis global.