Pegadaian Jawa Tengah Catat Lonjakan Transaksi Gadai Emas Selama Ramadan dan Lebaran 2024
PT Pegadaian Kantor Wilayah XI Semarang mencatat peningkatan signifikan dalam transaksi gadai emas selama bulan Ramadan dan perayaan Idul Fitri 2024. Gadai emas tetap menjadi pilihan utama masyarakat, mendominasi sekitar 90% dari total transaksi gadai di wilayah Jawa Tengah.
Kepala Departemen Bisnis PT Pegadaian Kanwil XI Semarang, Tyas Ari Hidayat, mengungkapkan bahwa momen perayaan hari besar keagamaan dan tradisi dimanfaatkan oleh masyarakat untuk melakukan transaksi gadai. Selama periode Ramadan dan Lebaran 2024, nilai transaksi gadai di Jawa Tengah mencapai sekitar Rp 500 miliar. Dari jumlah tersebut, antara Rp 400 miliar hingga Rp 450 miliar berasal dari transaksi gadai emas, sementara sisanya berasal dari produk gadai lainnya seperti barang elektronik.
Tyas menjelaskan bahwa puncak transaksi gadai terjadi saat menjelang dan selama Lebaran. Para pelaku usaha memanfaatkan fasilitas gadai emas untuk memenuhi kewajiban pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) kepada karyawan. Setelah menerima THR, para karyawan kemudian menebus kembali emas yang telah digadaikan untuk memenuhi kebutuhan selama perayaan Lebaran.
Selain momen Lebaran, awal tahun ajaran baru sekolah pada bulan Juni dan Juli juga menjadi pendorong peningkatan transaksi gadai. Masyarakat banyak menggadaikan emas untuk membiayai keperluan pendidikan anak-anak mereka.
Jawa Tengah, yang dikenal sebagai daerah agraris, juga menunjukkan pola transaksi gadai yang unik. Para petani sering memanfaatkan gadai untuk mendapatkan modal awal dalam membeli bibit tanaman. Contohnya, di daerah Brebes, saat musim tanam bawang tiba, banyak petani menggadaikan emas untuk mendapatkan modal. Sebaliknya, saat musim panen tembakau tiba di Kendal, masyarakat beramai-ramai menebus kembali emas yang telah digadaikan.
Selain emas, Pegadaian juga menerima barang-barang lain sebagai jaminan, terutama saat musim tanam. Di wilayah Brebes, gudang Pegadaian dapat menampung hingga ratusan mesin pompa air milik petani yang digadaikan sebagai modal awal. Mesin-mesin tersebut kemudian ditebus kembali saat musim panen tiba.