Pengembangan Perangkat Lunak Anti-Judol Berujung pada Dugaan Aliran Dana ke Tenaga Ahli KPK

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengungkap fakta baru dalam kasus dugaan perlindungan situs judi online (judol). Seorang tenaga ahli di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Raihan, mengakui menerima aliran dana sebesar Rp 200 juta dari Adhi Kismanto, salah satu terdakwa dalam kasus ini. Dana tersebut diduga terkait dengan pengembangan perangkat lunak bernama Clandestine.

Peran Raihan dalam Pengembangan Clandestine

Raihan menjelaskan bahwa dirinya berperan sebagai pengembang (developer) dari software Clandestine. Perangkat lunak ini dirancang untuk melakukan crawling atau pengumpulan data dari situs-situs judi online. Pembuatan software ini berawal dari pertemuannya dengan Adhi Kismanto pada akhir tahun 2023. Saat itu, Adhi menyampaikan bahwa dirinya memiliki proyek dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), yang kini bernama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), untuk memberantas judi online.

Menurut Raihan, Adhi menceritakan keprihatinannya terhadap dampak negatif judi online, bahkan mencontohkan kasus seorang tukang parkir yang terjerat judi online. Cerita ini memotivasi Raihan untuk mengembangkan Clandestine.

Tujuan dan Fungsi Clandestine

Raihan mengungkapkan bahwa software Clandestine rencananya akan digunakan oleh sebuah tim bernama "Tim Galaxy". Tim ini bertugas untuk memverifikasi apakah tautan (link) yang dikumpulkan oleh Clandestine benar-benar merupakan situs judi online atau bukan. Raihan tidak mengetahui secara pasti apakah Tim Galaxy merupakan bagian dari struktur resmi Kominfo atau hanya tim yang dibentuk oleh Adhi.

Setelah pengembangan software Clandestine selesai dan mulai digunakan, Adhi beberapa kali memberikan kabar kepada Raihan mengenai performa perangkat lunak tersebut. Adhi mengklaim bahwa Clandestine mampu mengumpulkan hingga 100.000 tautan per hari, yang kemudian akan diverifikasi oleh Tim Galaxy.

Raihan juga memastikan bahwa software Clandestine memiliki kemampuan untuk mengumpulkan konten-konten ilegal lainnya, seperti pornografi. Namun, ia membantah bahwa software tersebut dapat digunakan untuk melindungi situs judi online agar tidak diblokir oleh Kominfo.

Kasus Perlindungan Situs Judi Online: Klaster dan Pasal yang Disangkakan

Kasus dugaan perlindungan situs judi online ini melibatkan beberapa klaster terdakwa:

  • Klaster Koordinator: Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony, Muhrijan, dan Alwin Jabarti Kiemas.
  • Klaster Eks Pegawai Kominfo: Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.
  • Klaster Agen Situs Judi Online: Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai.
  • Klaster TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang): Darmawati dan Adriana Angela Brigita.

Para terdakwa klaster koordinator dijerat dengan Pasal 27 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, serta Pasal 303 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.