Kementerian Pariwisata Soroti Kesalahpahaman Konsep Study Tour di Kalangan Sekolah

Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menyoroti adanya kesalahpahaman yang meluas di kalangan institusi pendidikan mengenai esensi dari study tour atau yang lebih tepat disebut sebagai edu-wisata. Banyak sekolah yang masih terjebak dalam paradigma bahwa kegiatan ini semata-mata merupakan ajang rekreasi tanpa muatan edukatif yang mendalam.

Menurut Deputi Bidang Industri dan Investasi Kemenpar, Rizki Handayani Mustafa, persepsi yang keliru ini mengakibatkan beberapa daerah mengambil langkah ekstrem dengan melarang penyelenggaraan study tour. Alasannya, kegiatan tersebut dinilai lebih banyak menimbulkan dampak negatif daripada manfaat positif. Padahal, jika dikelola dengan benar, edu-wisata memiliki potensi besar sebagai wahana untuk menumbuhkan empati terhadap lingkungan dan mempererat koneksi spiritual dengan alam sejak usia dini.

Rizki menekankan bahwa pembelajaran tentang alam tidak sebatas pada penglihatan semata. Empati terhadap lingkungan perlu ditanamkan dan dididik sejak usia muda. Ia mencontohkan pengalamannya saat mengunjungi Larantuka, Flores, di mana ia melakukan refleksi batin dengan memeluk pohon tua berusia ratusan tahun. Momen tersebut mengubah cara pandangnya terhadap alam secara signifikan.

"Awalnya saya tidak mengerti apa arti memeluk pohon. Namun, saat saya memeluk pohon itu, saya menangis. Bayangkan, pohon itu telah hidup selama lebih dari 300 tahun, menyaksikan perubahan sejarah dunia, sementara kita manusia dengan mudahnya menebangnya. Apa hak kita?" ungkapnya.

Bagi Rizki, edu-wisata bukan hanya tentang memperoleh informasi, tetapi juga tentang perjalanan yang mengisi jiwa, pengalaman yang membentuk nilai-nilai dan kesadaran akan keberadaan makhluk hidup lain. Ia berharap sekolah-sekolah di Indonesia mulai merancang kegiatan study tour dengan konsep yang benar, yang tidak hanya menghibur tetapi juga menggugah kesadaran ekologis.

"Perjalanan ke alam seperti ini bukan sekadar jalan-jalan. Ini tentang belajar menghargai ciptaan Tuhan. Bahkan, memeluk pohon pun bisa menjadi pengalaman spiritual," tegasnya.

Kemenpar mendorong pengembangan program edu-wisata yang berlandaskan nilai-nilai konservasi, edukasi, dan empati. Tujuannya adalah untuk menciptakan generasi yang peduli terhadap keberlangsungan lingkungan hidup. Dengan demikian, kegiatan study tour dapat menjadi investasi jangka panjang dalam membentuk karakter generasi penerus bangsa yang bertanggung jawab terhadap alam dan lingkungan sekitar.

Kemenpar mengajak seluruh elemen pendidikan untuk bersama-sama mengubah paradigma study tour menjadi edu-wisata yang berkualitas. Dengan demikian, kegiatan ini tidak hanya menjadi ajang rekreasi semata, tetapi juga menjadi sarana efektif untuk menanamkan nilai-nilai luhur dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian alam bagi generasi mendatang.

Beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam merancang program edu-wisata yang berkualitas antara lain:

  • Tujuan yang Jelas: Setiap kegiatan harus memiliki tujuan edukatif yang terukur dan relevan dengan kurikulum.
  • Materi yang Terintegrasi: Materi edukasi harus terintegrasi dengan kegiatan lapangan dan disajikan secara menarik dan interaktif.
  • Pendekatan yang Partisipatif: Siswa harus dilibatkan secara aktif dalam setiap kegiatan, mulai dari perencanaan hingga evaluasi.
  • Evaluasi yang Komprehensif: Evaluasi harus dilakukan secara berkala untuk mengukur efektivitas program dan melakukan perbaikan yang diperlukan.
  • Keberlanjutan: Program harus dirancang secara berkelanjutan dan terintegrasi dengan kegiatan pembelajaran di kelas.

Dengan menerapkan prinsip-prinsip tersebut, diharapkan kegiatan study tour dapat menjadi pengalaman belajar yang berharga dan bermakna bagi siswa, serta berkontribusi positif terhadap pembentukan karakter dan kesadaran lingkungan generasi muda.