Lonjakan Rekor Kasus Islamofobia di AS: Diskriminasi Berbasis Pandangan Politik Menjadi Tren Baru
Lonjakan Rekor Kasus Islamofobia di AS: Diskriminasi Berbasis Pandangan Politik Menjadi Tren Baru
Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) melaporkan peningkatan dramatis kasus Islamofobia di Amerika Serikat pada tahun 2024, mencapai angka tertinggi sepanjang sejarah organisasi tersebut sejak peluncuran laporan tahunannya pada tahun 1996. Laporan Hak Sipil 2025 CAIR, yang berjudul "Unconstitutional Crackdowns", mencatat sebanyak 8.658 pengaduan terkait diskriminasi dan serangan terhadap komunitas Muslim dan kelompok-kelompok yang bersimpati dengan mereka. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 7,4 persen dibandingkan tahun 2023, yang telah mencapai 8.061 pengaduan. Kenaikan signifikan ini mencerminkan memburuknya iklim sosial dan politik di Amerika Serikat, yang semakin memicu intoleransi dan kekerasan.
Yang mengkhawatirkan, laporan ini mengungkap pergeseran signifikan dalam pola diskriminasi. Direktur Riset dan Advokasi CAIR, Corey Saylor, menekankan bahwa untuk pertama kalinya, sebagian besar pengaduan yang diterima bukan lagi didasarkan pada identitas keagamaan semata, melainkan pada pandangan politik. Banyak individu, termasuk warga Palestina, Arab, Yahudi, warga Afrika-Amerika keturunan Muslim, dan warga Asia-Amerika, menjadi sasaran karena keberanian mereka dalam menyuarakan kritik terhadap kebijakan Israel, khususnya terkait konflik di Gaza dan tuduhan genosida. Saylor menyebut bahwa "debat publik yang sengit, ciri khas demokrasi yang sehat, digantikan oleh kekerasan terhadap orang-orang yang mengekspresikan pandangan yang tidak disukai secara politik pada tahun 2024." Mengkritik kebijakan Israel terkait pendudukan dan konflik di Gaza kini tampaknya berdampak sangat signifikan terhadap keselamatan individu.
CAIR mengidentifikasi tiga tren utama dalam laporan tahunannya. Pertama, pergeseran target dari hanya komunitas Muslim menjadi kelompok yang lebih luas yang vokal dalam mengkritik kebijakan pemerintah Israel. Kedua, meningkatnya insiden kekerasan dan diskriminasi yang dipicu oleh pandangan politik, bukan hanya identitas keagamaan. Ketiga, perluasan bentuk diskriminasi, yang tak hanya berupa serangan fisik tetapi juga mencakup pelecehan verbal, ancaman, dan diskriminasi di berbagai aspek kehidupan, termasuk pekerjaan dan pendidikan.
Lonjakan kasus Islamofobia ini terjadi dalam konteks konflik Israel-Gaza pada Oktober 2023. CAIR sebelumnya telah melaporkan peningkatan insiden anti-Muslim dan anti-Palestina hingga 70 persen pada pertengahan 2024, yang dipicu oleh meningkatnya ketegangan internasional dan polarisasi politik dalam negeri. Perlu dicatat bahwa pemerintah AS sendiri telah menetapkan Hamas sebagai organisasi teroris, yang turut mewarnai persepsi publik dan meningkatkan sentimen anti-Muslim di beberapa kalangan.
Sebagai respons terhadap meningkatnya Islamofobia, pemerintah Biden-Harris meluncurkan Strategi Nasional untuk Melawan Islamofobia dan Kebencian Anti-Arab pada Desember 2024. Strategi ini mencakup lebih dari 100 inisiatif di berbagai lembaga pemerintah dan menyerukan partisipasi aktif dari masyarakat sipil untuk mengatasi akar masalah dan meningkatkan keselamatan komunitas Muslim dan Arab-Amerika. Strategi tersebut mencakup empat program prioritas utama:
- Meningkatkan kesadaran akan kebencian terhadap Muslim dan Arab serta memperluas pengakuan atas kontribusi komunitas ini.
- Meningkatkan keselamatan dan keamanan bagi Muslim dan Arab-Amerika.
- Mengatasi diskriminasi terhadap Muslim dan Arab-Amerika dan mengakomodasi praktik keagamaan.
- Membangun solidaritas lintas komunitas dan mendorong tindakan kolektif untuk melawan kebencian.
Namun, keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada komitmen dan partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat Amerika untuk menciptakan iklim toleransi dan menghormati perbedaan pendapat, serta menciptakan ruang publik yang lebih inklusif dan bebas dari kekerasan dan diskriminasi.