Penggusuran Bangunan di Kampung Gabus Bekasi Picu Kekecewaan Warga Terhadap Dedi Mulyadi
Penggusuran Bangunan di Kampung Gabus Bekasi Picu Kekecewaan Warga Terhadap Dedi Mulyadi
BEKASI - Kedatangan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, ke Kampung Gabus, Desa Srimukti, Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, beberapa waktu lalu, kini menuai kekecewaan mendalam bagi sebagian warga. Pasalnya, kunjungan yang diharapkan membawa angin segar justru berujung pada penertiban puluhan bangunan yang menjadi sumber penghidupan mereka.
Pada hari Rabu, 18 Juni 2025, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Bekasi melakukan pembongkaran terhadap sekitar 50 bangunan yang berdiri di sepanjang Jalan Kong Isah. Bangunan-bangunan tersebut, yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan usaha kecil warga, dianggap ilegal karena berdiri di atas lahan milik Perum Jasa Tirta (PJT), sebuah BUMN yang bergerak di bidang pengelolaan sumber daya air.
Pemerintah Kabupaten Bekasi menyatakan bahwa penertiban ini dilakukan untuk mendukung program normalisasi dan pembangunan fasilitas oleh Dinas Sumber Daya Air (SDA) Provinsi Jawa Barat. Kepala Bidang Trantib Satpol PP Kabupaten Bekasi, Ganda Sasmita, menjelaskan bahwa penertiban ini merupakan tindak lanjut dari instruksi Dedi Mulyadi kepada Bupati Bekasi, Ade Kuswara Kunang, setelah kunjungan sang gubernur ke lokasi.
Namun, alasan penataan ruang dan pengelolaan irigasi ini tidak serta merta diterima oleh warga. Banyak dari mereka yang merasa kecewa dan dikhianati oleh pemimpin yang pernah mereka dukung. Irwansyah (51), seorang pemilik warung kopi yang turut menjadi korban penggusuran, mengungkapkan kekecewaannya. Ia merasa mata pencahariannya dirampas tanpa pemberitahuan yang jelas. Irwansyah mengaku terkejut karena pembongkaran dilakukan hanya beberapa hari setelah kunjungan Dedi Mulyadi. Ia menyayangkan tidak adanya sosialisasi atau pemberitahuan langsung saat gubernur berada di tengah-tengah warga.
"Enggak dikasih tahu, cuma ngonten doang," ujarnya dengan nada sinis. Ia juga mengklaim bahwa sebagian besar warga yang bangunannya digusur adalah pendukung Dedi Mulyadi pada pemilihan sebelumnya. Kekecewaan ini bahkan memunculkan harapan agar Dedi Mulyadi tidak melanjutkan masa jabatannya lebih dari satu periode.
Camat Tambun Utara, Najmuddin, mencoba memberikan sedikit harapan kepada warga. Ia menyatakan bahwa warga masih diperbolehkan untuk berdagang di lokasi yang sama, asalkan tidak mendirikan bangunan permanen. "Kalau untuk berdagang selagi itu bermanfaat silakan saja, enggak dilarang. Yang enggak boleh itu dibangun bangunan permanen," jelasnya.
Situasi ini menggambarkan dilema pembangunan dan penataan ruang yang seringkali berbenturan dengan kepentingan masyarakat kecil. Janji-janji manis pemimpin saat kampanye seolah terlupakan ketika kebijakan yang diambil justru merugikan mereka. Kekecewaan warga Kampung Gabus menjadi potret buram dari sebuah pembangunan yang kurang memperhatikan aspek sosial dan kemanusiaan.