Sidang Hasto Kristiyanto: Mantan Hakim MK Maruarar Siahaan Beri Keterangan Ahli
Tim pembela hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menghadirkan mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Maruarar Siahaan, sebagai saksi ahli dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, pada hari Kamis (19/6/2024).
Kehadiran Maruarar Siahaan diharapkan dapat memberikan pandangan hukum terkait dugaan suap dalam proses Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI dan upaya menghalangi penyidikan kasus Harun Masiku, yang menyeret nama Hasto Kristiyanto.
Ronny Talapessy, salah seorang anggota tim kuasa hukum Hasto, menjelaskan bahwa Maruarar Siahaan akan memberikan interpretasi terhadap Undang-Undang serta putusan perkara nomor 18 dan 28 yang telah berkekuatan hukum tetap sejak lima tahun lalu. Perkara nomor 18 sendiri melibatkan Saeful Bahri, mantan kader PDI-P, sementara perkara nomor 28 berkaitan dengan Wahyu Setiawan, mantan Komisioner KPU, dan Agustiani Tio Fridelina, mantan Komisioner Bawaslu.
Ronny Talapessy juga menyampaikan bahwa Hasto Kristiyanto tidak memiliki bukti keterlibatan dalam kasus suap Wahyu Setiawan, tetapi terjadi daur ulang, penyelundupan hukum yang menjadikan Hasto Kristiyanto sebagai terdakwa tanpa bukti kuat melainkan asumsi belaka.
Dalam kasus ini, Hasto didakwa memberikan uang sebesar 57.350 dollar Singapura atau setara Rp 600 juta kepada Wahyu Setiawan antara tahun 2019 dan 2020. Tindakan ini diduga dilakukan bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah, kader PDI-P Saeful Bahri, dan Harun Masiku. Tujuannya adalah agar Wahyu Setiawan mengupayakan KPU menyetujui PAW Calon Legislatif Terpilih Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Selain itu, Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan dengan memerintahkan Harun Masiku untuk merendam telepon genggamnya ke dalam air setelah operasi tangkap tangan KPK terhadap Wahyu Setiawan. Perintah ini disampaikan melalui Nur Hasan, penjaga Rumah Aspirasi. Hasto juga diduga memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
Atas perbuatannya tersebut, Hasto didakwa melanggar Pasal 21 dan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) dan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.