Terungkap di Persidangan: Cara Kerja Clandestine, Perangkat Lunak Pemburu Situs Judi Online
Dalam persidangan kasus dugaan perlindungan situs judi online (judol) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, terungkap cara kerja sebuah perangkat lunak bernama Clandestine. Raihan, seorang tenaga ahli Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menjelaskan bahwa Clandestine merupakan hasil karyanya yang didasari gagasan dari terdakwa Adhi Kismanto.
Menurut Raihan, Clandestine berfungsi sebagai alat untuk mengumpulkan (crawling) situs-situs atau tautan yang berkaitan dengan judi online. Informasi ini kemudian digunakan untuk membantu pekerjaan terkait pemberantasan judi online. Ia menganalogikan Clandestine dengan mesin pencari seperti Google. Pengguna memasukkan kata kunci, dan perangkat lunak ini akan mencari dan mengumpulkan tautan yang relevan.
"Nanti akan crawling ke search engine tersebut untuk mendapatkan inisialnya. Nanti dari link awal, nanti akan diproses lagi untuk mendapatkan link selanjutnya. Jadi, terus mencari, sampai ke link website lain, atau semacamnya. Itu akan dicari terus," jelas Raihan dalam persidangan.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) kemudian mendalami kemampuan Clandestine dalam mengidentifikasi pemilik situs judi online. Raihan menjelaskan bahwa Clandestine mampu mencari IP address sebuah website, tetapi tidak dapat mengungkap identitas pemilik di balik situs tersebut. Fungsinya terbatas pada pengumpulan konten.
Raihan mengungkapkan bahwa Adhi Kismanto meminta dirinya membuat Clandestine pada akhir 2023 karena yang bersangkutan sedang terlibat proyek dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terkait penanganan situs judi online. Setelah dibuat, Clandestine diserahkan kepada Adhi pada awal 2024. Namun, saat itu perangkat lunak tersebut belum sempurna dan masih terdapat beberapa bug yang perlu diperbaiki.
Meski belum optimal, Adhi tetap menggunakan Clandestine untuk mengumpulkan data situs judi online. Raihan terus melakukan penyempurnaan hingga akhirnya menerima bayaran sebesar Rp 200 juta dari Adhi pada Agustus 2024.
Menurut Raihan, Adhi pernah menyampaikan bahwa hasil crawling Clandestine akan diserahkan kepada sebuah tim bernama "Tim Galaxy" untuk diverifikasi. Namun, Raihan tidak mengetahui apakah "Tim Galaxy" merupakan bagian dari struktur Kementerian Kominfo atau bukan.
"Yang saya dengar, waktu itu Clandestine sudah digunakan oleh Tim Galaxy. Per harinya sudah 100.000 link (judol) yang nanti diverifikasi oleh Tim Galaxy," kata Raihan.
Dalam keterangannya, Raihan menegaskan bahwa fungsi utama Clandestine hanyalah mengumpulkan data. Verifikasi data tetap memerlukan campur tangan manusia. Selain situs judi online, Clandestine juga dapat digunakan untuk mengumpulkan tautan ilegal lainnya, seperti konten pornografi.
Penasihat hukum Adhi Kismanto kemudian bertanya apakah Clandestine dapat digunakan untuk melakukan penjagaan website judi online. Raihan dengan tegas menjawab "Tidak". Ia menjelaskan bahwa Clandestine tidak memiliki kemampuan untuk melakukan penjagaan atau pemblokiran situs judi online.
Dalam persidangan sebelumnya, terungkap adanya empat klaster dalam kasus perlindungan situs judi online. Klaster pertama adalah koordinator, dengan terdakwa Adhi Kismanto dan beberapa orang lainnya. Klaster kedua adalah mantan pegawai Kementerian Kominfo. Klaster ketiga adalah agen situs judi online, dan klaster keempat adalah pihak yang terlibat dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) atau penampung hasil dari kegiatan ilegal ini.
Para terdakwa dalam klaster koordinator didakwa melanggar Pasal 27 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, serta Pasal 303 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.