Entomofagi: Jejak Panjang Konsumsi Serangga di Berbagai Belahan Dunia, China Memiliki Sejarah Terpanjang?
markdown Sejak ribuan tahun lalu, serangga telah menjadi bagian dari menu makanan di berbagai budaya di seluruh dunia. Praktik memakan serangga, atau entomofagi, bukan hanya sekadar tradisi kuliner, tetapi juga mencerminkan adaptasi manusia terhadap lingkungan dan sumber daya yang tersedia.
Entomofagi: Praktik Kuno yang Mendunia
Andra Liceaga, seorang profesor Ilmu Pangan dari Universitas Purdue, Amerika Serikat, mengungkapkan bahwa konsumsi serangga oleh manusia telah berlangsung selama ratusan ribu tahun. Tradisi ini terutama kuat di wilayah Amerika Selatan, Afrika, dan beberapa negara di Asia. Negara-negara beriklim tropis memiliki sejarah panjang dalam mengonsumsi serangga sebagai sumber protein yang mudah didapatkan. Sementara itu, wilayah utara dengan lapisan es yang signifikan lebih mengandalkan perburuan.
China: Pusat Tradisi Konsumsi Serangga di Asia
Di antara negara-negara Asia, China memiliki sejarah terpanjang dalam praktik entomofagi. Catatan sejarah menunjukkan bahwa masyarakat China telah mengonsumsi serangga selama lebih dari 3.000 tahun. Tradisi ini terus berlanjut melintasi berbagai dinasti, di mana serangga dikumpulkan dan dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi, obat-obatan, dan bahkan hidangan lezat. Praktik ini terutama umum di daerah pedesaan.
Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Science Direct pada tahun 2015 menyoroti peningkatan minat global terhadap serangga sebagai sumber protein alternatif. Serangga kaya akan protein bernilai tinggi, asam amino esensial, vitamin, dan mineral. Selain itu, serangga memiliki kandungan kolesterol yang lebih rendah dibandingkan dengan produk hewani lainnya.
Jenis Serangga yang Dikonsumsi di China
Ying Feng dan timnya dalam jurnal Insect Science mencatat bahwa orang China kuno memelihara ulat sutra dan mengonsumsinya. Pada tahun 1999, tercatat 177 spesies serangga yang dapat dimakan di China. Jumlah ini meningkat menjadi 283 spesies pada tahun 2010. Namun, hanya sebagian kecil dari spesies ini yang umum dikonsumsi, dengan 10-20 jenis yang paling sering dinikmati. Beberapa jenis serangga yang populer meliputi lebah, tawon, ulat sutra, jangkrik, ulat bambu, capung, dan kumbang. Selain sebagai makanan, beberapa spesies serangga juga dimanfaatkan sebagai obat tradisional.
Memudarnya Tradisi dan Tantangan Modern
Sayangnya, pengetahuan dan tradisi konsumsi serangga di China kini mulai memudar. Globalisasi pasar pangan, kemajuan teknologi, dan pengaruh budaya Barat terhadap kuliner China menjadi faktor utama penyebabnya. Peningkatan ekonomi juga memungkinkan masyarakat untuk mengakses berbagai jenis makanan lain, sehingga konsumsi serangga tidak lagi menjadi kebutuhan pokok.
Entomofagi di Masa Depan
Meski demikian, entomofagi tetap menjadi bagian penting dari budaya kuliner di beberapa daerah di China, seperti Provinsi Yunnan. Selain China, banyak negara lain di seluruh dunia juga memiliki tradisi konsumsi serangga. World Population Review mencatat berbagai negara yang masih mengonsumsi serangga di tahun 2023, beserta jumlah spesies serangga yang dimakan:
- Australia: 5 spesies
- Belgia: 12 spesies
- Brasil: 1 spesies
- Burkina Faso: 1 spesies
- China: 14 spesies
- Colombia: 20 spesies
- Fiji: 1 spesies
- Ghana: 9 spesies
- India: 2 spesies
- Indonesia: 38 spesies
- Jepang: 6 spesies
- Laos: 17 spesies
- Madagaskar: 15 spesies
- Malaysia: 12 spesies
- Mali: 5 spesies
- Mexico: 7 spesies
- Belanda: 1 spesies
- New Caledonia: 1 spesies
- New Zealand: 1 spesies
- Peru: 30 spesies
- Filipina: 8 spesies
- Samoa: 1 spesies
- Afrika Selatan: 2 spesies
- Korea Selatan: 1 spesies
- Thailand: 62 spesies
- Tonga: 1 spesies
- Amerika Serikat: 3 spesies
- Venezuela: 3 spesies
- Wallis dan Futuna: 1 spesies
- Zimbabwe: 4 spesies
Entomofagi adalah praktik kuno yang terus berlanjut hingga saat ini. Dengan meningkatnya kesadaran akan keberlanjutan pangan dan potensi nutrisi serangga, entomofagi mungkin akan memainkan peran yang semakin penting dalam sistem pangan global di masa depan.