Pengembang Ungkap Alasan di Balik Permintaan Software 'Clandestine' oleh Terdakwa Kasus Judi Online

Terungkap di Persidangan: Motivasi Terdakwa Minta Dibuatkan Software Pendeteksi Judi Online

Dalam persidangan kasus dugaan praktik perlindungan situs judi online (judol) yang melibatkan oknum Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), terungkap alasan di balik permintaan pembuatan perangkat lunak bernama 'Clandestine' oleh terdakwa Adhi Kismanto. Raihan, seorang tenaga ahli Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dihadirkan sebagai saksi, membeberkan bahwa permintaan tersebut didasari oleh keprihatinan Adhi terhadap dampak negatif judi online, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

"Dia pernah cerita kepada saya, dia cukup sedihlah melihat tukang parkir main judi online. 'Tukang parkir kan enggak ada duitnya, terus ditipu lagi dengan judi online. Akhirnya dia makin sengsara'," ungkap Raihan menirukan perkataan Adhi di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (18/6/2025).

Pengakuan ini sontak menggugah hati Raihan, yang berprofesi sebagai pengembang perangkat lunak. Ia pun termotivasi untuk mewujudkan 'Clandestine', sebuah tools yang dirancang untuk mengumpulkan (crawling) data situs-situs judi online dengan tujuan untuk pemblokiran.

Raihan menjelaskan bahwa dirinya hanya bertugas mengembangkan software berdasarkan permintaan Adhi, tanpa terlibat dalam operasionalnya. Saat itu, ia belum mengetahui secara pasti posisi Adhi di Kementerian Kominfo, meskipun mengetahui bahwa Adhi memiliki proyek di instansi tersebut.

Menurut Raihan, 'Clandestine' rencananya akan digunakan oleh sebuah tim bernama "Tim Galaxy" untuk memverifikasi apakah sebuah tautan termasuk kategori situs judi online atau bukan. Namun, ia tidak mengetahui secara detail struktur dan kedudukan tim tersebut di dalam Kementerian Kominfo.

Atas pembuatan software ini, Raihan menerima bayaran sebesar Rp 200 juta dari Adhi Kismanto. Ia menegaskan bahwa dirinya hanya berurusan dengan Adhi terkait harga dan tidak mengetahui nilai pagu proyek secara keseluruhan. Raihan juga membenarkan bahwa 'Clandestine' memiliki kemampuan untuk mengumpulkan konten ilegal lainnya, seperti pornografi, namun membantah bahwa tools tersebut dapat digunakan untuk melindungi situs judi online dari pemblokiran.

Rincian Klaster Perkara

Perkara perlindungan situs judi online ini sendiri terbagi menjadi empat klaster, yaitu:

  • Klaster Koordinator: Adhi Kismanto, Zulkarnaen Apriliantony alias Tony, Muhrijan alias Agus, dan Alwin Jabarti Kiemas.
  • Klaster Eks Pegawai Kominfo: Denden Imadudin Soleh, Fakhri Dzulfiqar, Riko Rasota Rahmada, Syamsul Arifin, Yudha Rahman Setiadi, Yoga Priyanka Sihombing, Reyga Radika, Muhammad Abindra Putra Tayip N, dan Radyka Prima Wicaksana.
  • Klaster Agen Situs Judol: Muchlis, Deny Maryono, Harry Efendy, Helmi Fernando, Bernard alias Otoy, Budianto Salim, Bennihardi, Ferry alias William alias Acai.
  • Klaster TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang): Darmawati dan Adriana Angela Brigita.

Para terdakwa dari klaster koordinator dijerat dengan Pasal 27 ayat (2) jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, serta Pasal 303 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.