Hasto Kristiyanto Manfaatkan Kecerdasan Buatan dalam Penyusunan Pledoi Perkara Hukum
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, tengah menyiapkan nota pembelaan atau pledoi yang inovatif dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI). Kabar ini disampaikan oleh politisi PDI-P, Mohamad Guntur Romli, saat membacakan surat dari Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Guntur Romli mengungkapkan bahwa Hasto Kristiyanto tidak hanya menulis buku berjudul Spiritualitas PDI Perjuangan di dalam tahanan KPK, tetapi juga mendalami teknologi AI. Menurut surat yang dibacakan Guntur, Hasto menyatakan bahwa dirinya mempelajari filosofi AI dan akan mengimplementasikannya dalam penyusunan pledoi.
Hasto Kristiyanto saat ini menghadapi dakwaan terkait dugaan menghalangi penyidikan atau obstruction of justice dalam kasus suap pergantian antar-waktu (PAW) anggota DPR RI yang melibatkan Harun Masiku, seorang buronan.
Guntur Romli mengklaim bahwa pledoi yang akan diajukan Hasto dalam kasus Harun Masiku akan menjadi yang pertama di Indonesia yang mengintegrasikan AI dengan fakta-fakta persidangan, falsafah hukum, dan nilai-nilai moralitas hukum. Penggunaan AI dalam penyusunan pledoi ini menandai langkah maju dalam penerapan teknologi di bidang hukum.
Integrasi kecerdasan buatan (AI) dalam proses hukum, khususnya dalam penyusunan pledoi, membuka potensi baru untuk analisis data yang lebih mendalam dan penyajian argumen yang lebih komprehensif. Dengan kemampuan AI untuk memproses informasi dalam jumlah besar dan mengidentifikasi pola-pola yang mungkin terlewatkan oleh manusia, pledoi yang disusun dengan bantuan AI dapat memberikan perspektif yang unik dan memperkuat pembelaan terdakwa.
Inisiatif Hasto Kristiyanto ini juga mencerminkan adaptasi terhadap perkembangan teknologi di berbagai bidang, termasuk hukum. Penggunaan AI dalam hukum bukan hanya tentang efisiensi, tetapi juga tentang meningkatkan akurasi dan keadilan dalam proses peradilan. Penerapan AI dalam penyusunan pledoi dapat membantu memastikan bahwa semua fakta dan argumen yang relevan dipertimbangkan secara menyeluruh, sehingga menghasilkan keputusan yang lebih adil.
Selain itu, langkah ini juga dapat memicu diskusi lebih lanjut tentang etika dan implikasi penggunaan AI dalam sistem peradilan. Penting untuk mempertimbangkan bagaimana AI dapat digunakan secara bertanggung jawab dan transparan, serta bagaimana memastikan bahwa hak-hak terdakwa tetap terlindungi dalam era digital ini.
Dengan pledoi berbasis AI, Hasto Kristiyanto tidak hanya berupaya membela diri dari dakwaan yang dihadapi, tetapi juga membuka jalan bagi inovasi dalam praktik hukum di Indonesia. Ini adalah langkah berani yang dapat menginspirasi para praktisi hukum lainnya untuk mengeksplorasi potensi teknologi dalam meningkatkan kualitas dan efektivitas sistem peradilan.